Intisari-online.com -China begitu berambisi menguasai dunia.
Tempat-tempat yang menghasilkan uang adalah incaran mereka.
Salah satunya adalah ladang gas raksasa milik Indonesia di Natuna.
Sudah sering kali kapal China tiba-tiba masuk ke wilayah Natuna.
Kini, hal ini masih terjadi.
Mengutip Energy Voice, laporan terbaru menyatakan adanya gangguan dari penjaga pantai China masuk ke Natuna.
Kali ini tujuan mereka adalah mengganggu pengeboran lepas pantai milik Indonesia di Natuna.
Pengeboran yang dilakukan oleh Harbour Energy di Blok Tuna itu diganggu oleh kapal-kapal China yang tiba-tiba datang.
Laporan dikeluarkan Energy Voice 20 Agustus 2021 menyebutkan pengeboran adalah pengeboran penilaian yang didanai Zarubezhneft.
Zarubezhneft adalah perusahaan Rusia.
Energy Voice menyebut insiden ini menunjukkan China semakin mengganggu kepentingan energi Moskow di Laut China Selatan.
Zarubezhneft masuk ke Indonesia lewat anak perusahaannya, ZN Asia LTd.
Hal itu disebutkan lewat SKK Migas Oktober 2020 lalu.
Mereka mengakuisisi 50% partisipasi kepentingan Harbour Energy di Kontrak Bagi Hasil (KBH) blok Tuna Kepulauan Natuna.
Sedangkan Blok Tuna adalah wilayah kerja Migas di lepas pantai Indonesia.
Blok ini terletak di Laut Natuna, sebelah perbatasan dengan Vietnam dengan kedalaman air 110 meter.
KBH Tuna ditandatangani dan berlaku sejak 21 Maret 2007.
Harbour Energy adalah operator yang saat ini masih bertugas, memegang 100% partisipasi kepentingan di wilayah tersebut.
KBH Tuna melakukan kegiatan akuisis seismik 2D dan 3D, kemudian pengeboran 4 sumur eksplorasi: Gajah Laut Utara-1 dan Belut Laut-1 tahun 2011 dan Kuda Laut-1 serta Singa Laut-1 tahun 2014.
Semua komitmen eksplorasi telah terpenuhi.
Di sumur Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 ditemukan hidrokarbon, sedangkan letaknya bersebelahan.
Tempat itulah yang kemudian dinamai lapangan Tuna.
Tercatat ada sumber daya sebesar 104 mmboe (2P) didominasi gas tinggi kandungan kondensat.
Sedangkan kandungan karbon dioksida di lapangan Tuna kurang dari 2%.
Bukan kali pertama kepentingan Rusia mencari minyak di Laut China Selatan diganggu China.
Melansir The Diplomat, perusahaan energi Rusia Rosneft telah menunda pengeboran blok gas yang ditemukan di lepas pantai Vietnam.
Namun tahun 2020 lalu mereka sudah memotong kontrak secara resmi dengan Noble Corporation untuk kerjasama di operasi di Vietnam.
Tekanan politik menumpuk dari China memaksa perusahaan itu menghentikan proyek fantastis tersebut.
Vietnam bahkan juga setelah itu sempat mencari perusahaan lain agar mau mengebor blok gas mereka, tapi kemudian batal akibat tekanan China.
Rusia dalam posisi sulit karena tidak bisa membuat Beijing terlalu marah.
Ukuran China yang sangat besar akan membuat ketegangan dengan China layaknya perang dagang yang sudah dialami AS dan Australia.
Zarubezhneft, perusahaan yang baru mengebor Natuna, juga terlibat dalam pengeboran di Vietnam.
Setelah Rosneft keluar dari Vietnam, Zarubezhneft masuk dan membeli aset mereka.
Di Vietnam mereka menggarap Blok 11/12, tempat yang sama perusahaan migas Korea Selatan (KNOC) memiliki saham 75% sedangkan perusahaan migas Vietnam PetroVietnam memiliki saham 25%.
Zarubehneft hanya memiliki satu aset saja di Indonesia yaitu Blok Tuna.
Sergey Kudryashov, CEO perusahaan Rusia itu mengatakan tidak ingin terburu-buru mengerjakan banyak proyek blok di Indonesia.
"Strategi kami adalah masuk ke aset kecil. Selalu ada risiko minimal. Melihat ukurannya, hal ini terbilang kecil.
"Karena ada risiko politik, ekonomi dan geopolitik, lebih baik melewati semua sebagai pertarungan, memahami di mana kita, kemudian memperluasnya," ujarnya dikutip dari Interfax.
Indonesia sendiri pada November 2017 melalui SKK Migas dan Harbour Energy menandatangani kerja sama dengan PetroVietnam.
Kerja sama tersebut adalah kerja sama penjualan gas dari Blok Tuna ke Vietnam.
Vietnam mampu menyediakan rute penjualan bagi Indonesia.