Penulis
Intisari-online.com - Natuna merupakan wilayah yang sering diklaim oleh China sebagai bagian dari wilayahnya.
Tak hanya itu, aktivitas kapal China juga sering terjadi di wilayah tersebut.
Alhasil Indonesia melakukan berbagai tindakan, untuk menghukum kapal-kapal penangkap ikan yang nyelonong masuk wilayahnya.
Tak hanya itu, Indonesia juga kerap mengirimkan nota diplomatik dan demarkasi Duta Besar China di Jakarta.
Dalam eskalasi aktivitas kapal asing China di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna belakangan ini, langkah diplomasi ini juga dilakukan.
Tindakan ilegal fishing yang dilakukan nelayan China, memang menjadi perhatian tak hanya Indonesia tetapi global.
Tindakan itu tak hanya melanggar hukum internasional terkait Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (1982).
Sementara itu ternyata China juga memiliki sudut pandang lain dalam melihat natuna sebagai bagian wilayahnya.
Melansir Economic Times, melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Pemerintah China ternyata menegaskan kembali posisi nasional mereka.
Bahwa China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha sebuatan China untuk menyebut pulau Natuna.
China mengaku memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan yang relevan di dekat Kepulauan Nansha.
Dia melanjutkan bahwa 'nelayan Cina telah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan yang relevan di dekat Kepulauan Nansha, yang selama ini legal dan sah'.
Tidak jelas apa yang dimaksud dengan perairan yang relevan, tetapi tampaknya mengacu pada hak historis Tiongkok atas apa yang disebut klaim '9-dash line'.
Klaim tersebut ditolak keras oleh Indonesia dan beberapa negara ASEAN karena tidak sesuai dengan UNCLOS.
Dalam artikel yang ditulis Yan Yan berjudul China-Indonesia Fisheries Issue Calls for Joint Mechanism yang terbit di Global Times pada 6 Januari 2020.
Disebutkan bahwa Indonesia 'terkadang terjebak dalam dilema netralitas dan kepentingan pribadi'.
Hal ini tidak benar karena klaim atas wilayah maritim tidak dapat dimiliki oleh klaim historis yang tidak sah.
Sebagaimana ditegaskan oleh putusan Arbitrase tahun 2016, harus didasarkan pada hukum internasional dalam hal ini UNCLOS.
Lebih lanjut, usulan mengenai negosiasi bilateral Indonesia-China dinilai off-tract karena negosiasi harus dilakukan atas dasar klaim yang sah.
Klaim yang tidak sah tidak dapat dijadikan dasar negosiasi.
Klaim 9-dash line, atau sembilan garis putus-putus adalah klaim sepihak China, yang didasarkan pada jejak historis atas wilayah laut.
Menurut keterangan, klaim ini mencakup sebagian besar Laut China Selatan, sementara di Natuna garis ini tumpang tindih dengan wilayah tersebut.
Dengan demikian, menguatkan alasan China untuk mengklaim wilayah tersebut, berdasarkan 9-dash line, atau sembilan garis putus-putus.