Intisari-online.com - Sejak Presiden Joe Biden mengumumkan penarikan semua pasukan AS di Afghanistan.
China disebut memiliki peluang besar mengisi kekosongan AS dan meningkatkan pengaruhnya di kawasan strategis.
Argumen-argumen itu menjadi semakin hangat diperdebatkan ketika Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu dengan para pemimpin Taliban di Tianjin bulan lalu.
Wang mengatakan Taliban "memainkan peran penting dalam rekonsiliasi perdamaian dan proses rekonstruksi di Afghanistan".
Namun, para ahli menunjukkan bahwa kembalinya Taliban ke kekuasaan di Afghanistan memberi China lebih banyak tantangan keamanan daripada kepentingan strategis apa pun.
"China tidak melihat Afghanistan melalui lensa peluang. Ini hanya masalah mengendalikan ancaman," Andrew Small, seorang rekan di German Marshall Fund di Washington.
China memiliki alasan untuk merasa tidak nyaman dengan kehadiran militer AS di Afghanistan, yang berbatasan 80 km dengan Xinjiang China.
Namun pada kenyataannya, China juga mendapat manfaat dari stabilitas yang telah diberikan Amerika Serikat selama dua dekade terakhir.
China secara khusus mengkhawatirkan kemungkinan Afghanistan akan kembali menjadi tempat organisasi teroris dan kelompok ekstremis.
Terutama kelompok terkait, untuk menoleransi dan menutupi kekuatan separatis di kawasan itu.
Inilah yang dikatakan Wang Yi dalam pertemuannya dengan para pemimpin Taliban.
Masalahnya tidak terbatas pada perbatasan juga.
China telah menginvestasikan banyak uang di Asia Tengah, berdasarkan inisiatif Belt and Road.
Kebangkitan Taliban dapat mengancam kepentingan ekonomi dan strategis China di kawasan itu.
"Beijing tidak menunjukkan minat dalam masalah faksi di Afghanistan. Tetapi fakta bahwa ideologi Islam garis keras Taliban adalah sesuatu yang tidak nyaman bagi China,"kata Small.
"Keberhasilan Taliban dapat memacu kelompok jihad lainnya di kawasan itu," tambahnya.
Masalahnya menjadi lebih menonjol ketika sembilan warga negara China tewas dalam bom bunuh diri di Pakistan pada 14 Juli.
Ini adalah salah satu serangan paling mematikan terhadap orang Cina di Pakistan, yang mencerminkan bagian dari kelompok jihad yang memiliki pandangan negatif terhadap Cina.
Ketidakamanan Beijing tercermin dalam pernyataan dari kementerian luar negeri China, yang mencakup kritik terhadap AS karena bertindak "tidak bertanggung jawab" dalam "penarikannya yang terlalu tergesa-gesa".
Beijing juga menegaskan tidak memiliki rencana untuk mengirim pasukan ke Afghanistan untuk menggantikan AS.
Menurut Global Times, apa yang dapat dilakukan China adalah berpartisipasi dalam rekonstruksi Afghanistan setelah perang dan mempromosikan proyek-proyek di bawah inisiatif Sabuk dan Jalan.
Mengakui kegagalan Amerika di Afghanistan, Cina tampaknya telah mengambil pelajaran, bahwa "Afghanistan adalah kuburan kekuatan besar".
Alih-alih mengulangi kesalahan AS, China mengambil pendekatan yang lebih hati-hati, bersedia bekerja sama dengan Taliban, selama kelompok itu tidak mengancam kepentingan China.
Dalam sebuah pernyataan tertanggal 15 Agustus, Kedutaan Besar China di Afghanistan meminta Taliban untuk "memastikan keselamatan warga, organisasi, dan kepentingan China".
China masih terus mengikuti perkembangan dan belum mencatat adanya korban sipil di Afghanistan.