Advertorial
Intisari-online.com -Dunia internet digegerkan dengan kabar simpang siur China akan mengambil pulau Kalimantan sebagai jaminan utang Indonesia ke China.
Selanjutnya, Jokowi juga dikabarkan akan mengundurkan diri.
Kenyataannya, kabar ini merupakan hoax.
Kabar itu pertama kali disampaikan oleh video YouTube kanal Titik Tumpu 13 Juli 2021.
Judulnya adalah "Berita terkini - JKW Mengundurkan Diri, Pulau Kalimantan Terancam Sebagai Jaminan Utang ke China?"
Informasi berupa beberapa foto pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Xi Jinping dari China, lengkap dengan caption "Pengunduran diri Presiden Lari Dari Utang," tulis dalam video itu.
"China rencanakan datang ke Indonesia, meminta Pulau Kalimantan sebagai Jaminan."
Setelah ditelusuri, tidak ada bukti valid terkait kabar ini.
Kemudian terkait utang Indonesia, Indonesia memang utang dengan China.
Namun China bukan pemberi pinjaman utama bagi Indonesia.
China menjadi negara keempat yang berikan utang kepada Indonesia.
Ada tiga negara dengan gelontoran utang ke Indonesia lebih banyak lagi.
Utang luar negeri Indonesia memang saat ini jadi sorotan.
Akibat Covid-19, utang Indonesia terus meningkat.
April 2021 lalu utang luar negeri Indonesia mencapai 418 miliar Dolar AS atau kira-kira Rp 5.977,4 triliun.
Utang terus tumbuh, dengan posisi April tumbuh 4,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year).
Total utang luar negeri tersebut terdiri atas ULN pemerintah sebesar 206 miliar dollar AS atau setara Rp 2.945,8 triliun serta ULN swasta sebesar 209 miliar dollar AS atau Rp 2.988,7 triliun.
Total utang pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri mencapai Rp 6.527,29 triliun.
Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengatakan utang pemerintah ini disebabkan karena pandemi Covid-19.
”Ini memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang,” ujar Agung dikutip dari Harian Kompas, Sabtu (26/6/2021).
Namun, utang sebesar itu ternyata tidak berasal dari China saja.
China menjadi negara keempat pemberi utang Indonesia dengan nilai utang sebesar 21,45 miliar Dolar AS.
Kemudian di atasnya ada Jepang dengan utang 28,15 milair Dolar AS.
Di posisi kedua bertengger Amerika Serikat (AS) dengan jumlah pinjaman 30,82 miliar Dolar AS.
Sedangkan di posisi pertama adalah Singapura, yang memberikan pinjaman mencapai 68,02 miliar Dolar AS.
Lantas, walaupun Singapura menjadi peminjam terbesar RI, apakah Indonesia tidak 'menumbalkan' sesuatu akibat utang itu?
Rupanya memang benar, tapi tumbal yang dimaksud bukan seekstrim kabar viral yang menyebut Pulau Kalimantan diambil China tadi.
Singapura ternyata sering berlatih di wilayah udara Indonesia.
Latihan dilakukan oleh militer Singapura, tepatnya pesawat-pesawat tempurnya di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Tahun 2015 lalu kejadian ini tercatat.
Komandan lanud Tanjungpinang Letkol Pnb I Ketut Wahyu Wijaya mengkonfirmasi aktivitas latihan itu.
"Ya betul, itu terjadi di utara Pulau Bintan," ujarnya pada 5/9/2015.
Indonesia mengatur terkait wilayah latihan militer ini dalam Military Training Areas (MTA) antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura.
MTA adalah wilayah udara Indonesia yang diperkenankan untuk latihan udara Singapura.
Dari dulu Singapura tidak memiliki wilayah udara, membuat mereka berlatih di Indonesia.
Kesepakatan disahkan lewat Keppres No. 8/1996, tapi kesepakatan itu seharusnya untuk 5 tahun saja.
"Itu mengatur soal MTA 1 yang ada di atas Sumatera dan MTA 2 di utara Pulau Bintan. Tapi perjanjian itu sudah habis pada 2001 karena waktunya hanya 5 tahun. Mereka nggak punya ruang udara untuk latihan akhirnya sign perjanjian itu," kata Ketut.
Tahun 2001 itu, perjanjian tidak diperpanjang.
"Tapi dalam 5 tahun (perjanjian) berjalan lebih banyak merugikan Indonesia. Sehingga tahun 2001 tidak diperpanjang. Setelahnya Singapura terus berusaha untuk memperpanjang perjanjian," jelas Ketut.
"Mereka beralasan 'MTA itu danger area jadi harus dioperasikan oleh saya, Singapura Airforce'. Makanya setiap hari mereka latihan di sana sampai hari ini," sambungnya.
Hal ini membuat pesawat-pesawat lain tidak boleh melintasi MTA.