Penulis
Intisari-online.com - Beberapa waktu Indonesia mendapat sorotan karena turun kelas, dari negara menengah menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Hal ini pun berimbas pada utang Indonesia yang menjadi sorotan karena terus membengkak selama pandemi.
Hal itu pun dibarengi dengan penurunan pendapatan per kapita, namun dengan kenaikan jumlah utang Indonesia.
Menurut Kompas.com, pada April 2021 utang Indonesai mencapai 418 dollar AS, atau setara dengan Rp5.977 triliun.
Utang Luar Negeri (ULN), swasta sebesar 209 miliar dollar AS atau Rp2.988,7 dan ULN pemerintah sebesar 206 miliar dollar AS atau Rp2.945,8 triliun.
Angka ini meningkat sebesar 4,8 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Ada beberapa sumber untuk mendapatkan ULN, antara lain dari utang antar negara, dari lembaga keuangan dunia seperti Asian Development Bank (ADB) dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Total utang yang berasal dari pinjaman negara lain adalah 216,67 miliar dollar AS, sedangkan utang dari lembaga internasional hingga April 2021 sebesar 36,11 miliar dollar AS.
Menurut statistik ULN Indonesia edisi Juni, yang dirilis Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan setidaknya ada 21 negara yang memberikan utangan pada Indonesia.
Dari daftar itu, ternyata bukanlah China atau Amerika yang menjadi pemberi utang terbanyak pada Indonesia.
Melainkan Singapura yang memberikan utang hingga 68,02 miliar dollar AS.
Baru setelah Singapura, ada Amerika yang memberikan utang sebesar 30,82 miliar dollar AS untuk Indonesia.
Menurut Kompas.com, berikut ini daftar 10 negara pemberi utang terbanyak pada Indonesia.
1. Singapura dengan 68,02 miliar dollar AS
2. Amerika Serikat dengan 30,82 miliar dollar AS
3. Jepang dengan 28,15 miliar dollar AS
4. China dengan 21,45 miliar dollar AS
5. Hong Kong dengan 13,24 miliar dollar AS
6. Negara Asia Lainnya dengan 10,39 miliar dollar AS
7. Korea Selatan dengan 6,48 miliar dollar AS
8. Negara sindikasi dengan 5,85 miliar dollar AS
9. Belanda dengan 5,74 miliar dollar AS
10. Jerman, dengan 5,57 miliar dollar AS
Mengenai persoalan itu, Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan pembengkakan utang pemerintah akibat Pandemi Covid-19.
Pertumbuhan utang dan biaya ditanggung pemerintah pun sudah melampaui pertumbuhan PDB Nasional.
Menurutnya ini mengkhawatirkan, karena bisa membahayakan kemampuan pemerintah dalam membayar utang.
"Ini memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang," kata Agung, dilansir Harian Kompas.