Selain Tandatangani Isi Perjanjian Roem Royen, Ini Sepak Terjang Mohammad Roem, Tokoh Kemerdekaan yang Pernah Dijebloskan ke Penjara Tanpa Alasan Jelas

Khaerunisa

Editor

Mohammad Roem, sosok yang tandatangani isi Perjanjian Roem-Royen 1949.
Mohammad Roem, sosok yang tandatangani isi Perjanjian Roem-Royen 1949.

Intisari-Online.com - Mohammad Roem merupakan tokoh perwakilan Indonesia yang menandatangani isi Perjanjian Roem Royen.

Namanya pun diambil sebagai nama perjanjian yang diselenggarakan di Hotel Des Indes, Jakarta pada tahun 1949 ini.

Selain itu, nama perwakilan Belanda 'Herman Van Roijen (Royen)' juga diambil sebagai nama perjanjian tersebut.

Perjanjian inilah yang akhirnya mengantarkan Indonesia dan Belanda ke perundingan paling menentukan penyelesaian konflik kedua negara, Konferensi Meja Bundar (KMB).

Baca Juga: Serangan Militernya Dikecam Dunia, Belanda 'Diseret' PBB ke Meja Perundingan, hingga Isi Perjanjian Roem Royen Ditandatangani dengan Indonesia

Perjanjian Roem Royen sendiri menghasilkan kesepakatan untuk Indonesia dan Belanda agar segera bertemu dalam KMB.

Selain itu, agar Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta, serta menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.

Mohammad Roem menjadi pemimpin delegasi Indonesia dalam Perjanjian Roem Royen ketika sejumlah tokoh Indonesia tengah diasingkan ke daerah terpencil sebagai dampak Agresi Militer Belanda II.

Selain memimpin perundingan tersebut, Mohammad Roem juga mencatatkan banyak jasa bagi Indonesia, namun ia justru sempat dijebloskan ke penjara tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga: Jadi Negara dengan Kasus Harian Covid-19 Tertinggi di Dunia, Makin Banyak Negara yangHentikan Penerbangan dari Indonesia

Sepak terjang Mohammad Roem sebagai diplomat Indoensia tidak diragukan lagi.

Ada nama Mohammad Roem dalam setiap upaya diplomasi Indonesia untuk menyelesaikan sengketa kedaulatan Indonesia dan Belanda sejak tahun 1945 hingga 1949.

Mohammad Roem merupakan anggota delegasi Indonesia pada perundingan Linggarjati pada 1946.

Ia juga ikut andil dalam Perundingan Renville pada 1948.

Baca Juga: Jadi Bulan-bulanan Warganet Se-Indonesia Usai Diduga Suntik Tanpa Tekan Jarum, Vaksinator di Karawang: 'Saya Tarik Dagingnya, Lalu Suntik, Kemudian...'

Selanjutnya, ia pun turut serta menjadi anggota delegasi Indonesia ketika KMB digelar.

Ketika itu, Mohhamad Hatta tampil sebagai ketua delegasi Indonesia.

Mohammad Roem juga merupakan Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947).

Setelah sengketa kedaulatan antara Indonesia dan Belanda berakhir, ia pun menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Kabinet Natsir (6 September 1950 - 20 Maret 1951).

Baca Juga: Tak Melulu Tinggalkan Kenangan Pahit di Timor Leste, Bangsa Portugislah yang Pertama Kali Perkenalkan Komoditas yang Kini Jadi Salah Satu Penyumbang Ekspor Terbesar di Timor Leste

Selanjutnya , ia menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953)

Juga Wakil Perdana Menteri I pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956).

Namun, dengan berbagai perannya di dalam pemerintahan Indonesia, juga dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ia justru pernah mendekam di penjara.

Di penghujung kepemimpinan Soekarno, pada 16 Januari 1962 sampai 17 Mei 1966 Mohammad Roem dimasukkan ke dalam penjara tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga: Salah Satunya Dipraktikkan Jokowi Saat Mantap Jadi Kader PDIP, Inilah Penyebab Lain Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Menengah ke Bawah

Selain Mohammad Roem, beberapa pemimpin lainnya yang bersikap kritis terhadap Soekarno juga ditahan.

Seperti Sutan Sjahrir, Prawoto Mangkusasmito, M. Yunan Nasution, Soebadio Sastrosatomo, Mochtar Lubis, HAMKA, M. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, kasman Singodimedjo, E.Z. Muttaqin, Imron Rosjadi, dan Anak Agung Gede Agung.

Meski begitu, Mohammad Roem mengaku tidak membenci Soekarno.

"Saya tidak mempunyai cukup waktu untuk membenci Soekarno," jawabnya kepada wartawan ketika ditanya tentang hal itu, seperti yang ia ceritakannya dalam majalah Intisari September 1972.

Baca Juga: Inilah Siswa Pertama China yang Dikirim ke Luar Negeri, Namun Karena Memotong Kepang Tanda Kesetiaan Mereka Disuruh Kembali Pulang Sebelum Selesai, Tapi Lihat Hasilnya Sekarang!

(*)

Artikel Terkait