Hanya Turun Satu Tingkat, Indonesia Lagi-lagi Masuk Daftar Negara Paling Rumit untuk Berbisnis, Luhut Dijamin Kembali Sodorkan UU Kontroversial Ini

Tatik Ariyani

Editor

Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut Binsar Pandjaitan

Intisari-Online.com -Sebuah laporan baru mengungkapkan daftar negara yang paling rumit untuk berbisnis.

Dalam daftar tersebut, Turki, Indonesia, dan Korea Selatan telah muncul sebagai tiga yurisdiksi paling kompleks untuk melakukan bisnis di Asia.

Menurut Indeks Kompleksitas Bisnis Global TMF 2021 yang dirilis 28 Juni, Indonesia telah turun dari yurisdiksi paling kompleks di Asia dan global, digantikan oleh Turki (naik enam peringkat) dan Brasil (naik satu peringkat).

Laporan tersebut menganalisis 77 yurisdiksi di seluruh dunia pada 292 indikator - termasuk jadwal pendirian, penggajian dan tunjangan, dan tetap patuh.

Baca Juga: Digadang-Gadang Jadi 'Doping' Ekonomi Indonesia, Investasi Perusahaan China Lewat Belt and Road di Indonesia Ternyata Terancam Mangkrak Karena Ini

Berikut ini adalah 10 yurisdiksi paling kompleks secara global untuk kompleksitas bisnis, mengutip Human Resource Online, Selasa (29/6/2021):

1. Brasil (tahun 2020: nomor 2)2. Prancis ( tahun2020: nomor 12)3. Meksiko (tahun 2020: nomor 13)4. Kolombia (tahun 2020: nomor 8)5. Turki (nomor 1 di Asia; tahun 2020: nomor 11)

Baca Juga: Akankah Orang Timor Leste Kehilangan Harapan, Setelah Berubah dari Kesuksesan Demokrasi Jadi Negara Minyak yang Gagal?

6. Indonesia (nomor 2 di Asia; tahun 2020: nomor 1)7. Argentina (tahun 2020: nomor 3)8. Bolivia (tahun 2020: nomor 4)9. Kosta Rika (tahun 2020: nomor 26)10. Polandia (tahun 2020: nomor 34)

Pada 2020 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengakui Indonesia adalah negara paling kompleks untuk berbisnis sehingga kemudian pemerintah melakukan terobosan melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Luhut mengutip laporan lembaga konsultan dan riset, TMF Group, mengenai Indeks Kompleksitas Bisnis Global (GBCI) yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling kompleks untuk berbisnis dari 77 negara lainnya.

Dilansir Kompas.com dari Antara, Selasa (1/12/2020), Luhut mengatakan, "Kalau melihat survei tersebut, Indonesia jadi negara yang sangat rumit untuk berbisnis. Kami jujur soal ini. Ini juga alasan di balik Omnibus Law."

Baca Juga: Tertutup Rapat Di Balik Bangunan Beton Bergaya Bunker, Rahasia Laboratorium Wuhan Diungkap oleh Satu-satunya Peneliti Asing di Sana, 'Jika Orang Sakit, Saya Berasumsi Bahwa Saya Juga Sakit'

Luhut menjelaskan meski seiring waktu peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia sudah meningkat, namun angka prosedur bisnis masih menunjukkan nilai yang stagnan dan lebih rumit dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Oleh karena itu, UU Cipta Kerja merupakan terobosan pemerintah untuk mengatasi regulasi dan perizinan bisnis yang berbelit.

Luhut mengatakan, "Saat ini, perizinan berusaha akan dilakukan dengan berbasis resiko. Dengan dibuatnya Omnibus Law, pemerintah bertujuan untuk menciptakan bisnis yang lebih baik di Indonesia, agar pendirian usaha menjadi semakin mudah, dan pada akhirnya akan membuka lapangan pekerjaan."

Kendati Omnibus Law Cipta Kerja sempat mendatangkan kontroversi dan penolakan dari masyarakat, Luhut berpendapat bahwa saat ini masyarakat sudah lebih tenang dan mau menerima setelah materi mengenai Omnibus Law dikomunikasikan dan sudah bisa dilihat secara langsung.

"Saat ini, Omnibus Law sedang dalam tahap finalisasi dan harus sudah diimplementasikan pada bulan Februari tahun 2021," ujar Luhut.

Baca Juga: 'Dari Siang ke Malam, Dari IGD ke IGD', Wanita Ini Seorang Diri Berjuang Cari Kamar untuk Suaminya yang Sudah 'Linglung' Usai Positif Covid-19

"Diharapkan, melalui Omnibus Law, pemerintah dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia, menyederhanakan persyaratan investasi, melakukan reformasi pajak, serta mendorong perdagangan internasional," kata dia lagi.

Ia menargetkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari Omnibus Law Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sedang digodok saat ini, terealisasi pada Februari 2021.

“Saat ini, RPP Omnibus Law sedang dalam tahap finalisasi dan harus sudah diimplementasikan pada bulan Februari tahun 2021,” ujar Luhut.

Artikel Terkait