Intisari-Online.com- "Jakarta tidak sedang baik-baik saja" adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi Covid-19 di Ibu Kota.
Lonjakan kasus Covid-19 terus terjadi dan masih bertambah lebih dari 20 ribu orang per hari.
Pada Senin (28/6/2021) Covid-19 di RI bertambah 20.694 orang, sehingga totalnya 2.135 juta orang telah terpapar Covid-19.
Namun, meski begituStraits Timesmengungkap kasus Covid-19 yang lebih mengerikan di Indonesia.
Di kabupaten Kudus yang sangat religius yang dikenal sebagai "Kota Santri", atau "Kota Orang Alim", ulama, mahasiswa dan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah telah muncul sebagai garis pertahanan kedua dalam pertempuran melawan virus corona yang mematikan.
Karena rumah sakit hampir penuh, banyak pasien Covid-19 dengan gejala ringan atau tanpa gejala harus diisolasi di rumah.
Terkadang, seluruh keluarga harus dikarantina karena terpapar.
Relawan Muslim akan membagikan makanan, madu, dan suplemen kesehatan lainnya kepada mereka.
Sarmanto Hasyim, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NU di Kudus, mengatakan telah meminta saran untuk mengembangkan dan menjalankan fasilitas isolasi.
“Karena rumah sakit penuh, pasien mengisolasi diri di rumah tetapi virus dapat menyebar ke anggota keluarga lain dengan mudah karena kurangnya pemantauan,” katanya kepada ST.
Dua puluh pesantren, atau sekolah agama, telah diubah menjadi fasilitas karantina, dan yang paling lengkap - Nashrul Ummah - telah mulai menerima tidak hanya siswa pesantren, tetapi juga anggota masyarakat.
Supriyono, pejabat setempat di Nashrul Ummah, mengatakan 12 relawan digilir dalam tiga shift untuk merawat pasien, yang dirujuk ke sana setelah tes swab di klinik memastikan mereka positif Covid-19.
“Lebih baik pasien jauh dari rumah. Ada kasus suami positif dan tinggal di rumah, tetapi istrinya, kontak dekat, masih pergi ke pasar dan masjid, dan tanpa sadar dapat menularkan virus ke masyarakat, " dia berkata.
“Mayoritas warga Kudus beragama Islam dan mereka cenderung lebih perhatian ketika ustadz yang memberi nasehat bagaimana menghadapi virus. Mereka lebih mendengarkan ustadz daripada polisi dan militer,” kata Satriyo.
Salah satu tantangannya adalah menghilangkan sikap anti-sains dari beberapa ulama dan mendidik mereka tentang penanganan Covid-19 dan praktik pencegahan infeksi.
"Dulu pernah ada ustadz dari luar Kudus yang berkunjung ke masjid di sini."
"Jamaah sudah mengikuti protokol kesehatan, cuci tangan dan pakai masker. Dia suruh buka masker dan mereka lakukan," katanya.
(*)