Intisari-Online.com – Lebih dari sekadar mematikan, virus corona varian Delta juga disebutbisa bikin manusia mudah dikendalikan, benarkah demikian?
Virus corona varian Delta berbahaya, pernyataan tersebut disampaikan oleh Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, melansir kompas.com (18/6/2021).
Virus corona varian Delta berbahaya karena sudah banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia.
Tidak hanya di Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Bangkalan, bahkan virus varian Delta ini sudah ditemukan di DKI Jakarta.
Diketahui bahwa virus corona varian Delta ini berasal dari India.
Virus ini pulalah yang menyebabkan India mengalami gelombang kedua pandemi sejak April 2021.
Varian Delta Covid-19 inilah yang diyakini para ilmuwan sebagai penyebabnya dan telah diidentifikasi pertama kali pada Desember 2020 di India.
Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyatakan bahwa virus corona varian Delta tersebut telah tesebar di 80 negara, terutama Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Varian Delta dinamai berdasarkan frekuensi gelombang otak?
Varian virus dan frekuensi gelombang otak diberi nama menggunakan huruf dari alfabet Yunani.
Tetapi nama-nama itu tidak ada hubungannya dengan virus corona.
Banyak berita tentang varian Delta Covid-19 yang mengklaim bahwa varian baru virus ini dinamai berdasarkan gelombang atau frekuensi otak.
Bahkan muncul berita hoaks, bahwa ini ada hubungannya dengan konspirasi rahasia untuk mengendalikan manusia melalui teknologi.
Sebut saja, sebuah postingan berisi bahwa varian virus Covid-19 diberi nama Delta karena sebagian besar berdampak pada anak-anak.
Dan mereka mengklaim bahwa Delta adalah gelombang otak khusus untuk anak-anak.
Sebenarnya, gelombang Delta lebih erat kaitannya dengan tidur nyenyak.
“Tidur sangat penting untuk perkembangan sehingga, Anda bisa mengatakan bahwa anak-anak memiliki lebih banyak gelombang Delta,” kata David McCormick, profesor biologi dan direktur Institute of Neuroscience di University of Oregon.
Otak memiliki miliaran neuron yang semuanya berosilasi atau menghasilkan sinyal singkat, yang dikenal sebagai gelombang otak.
Gelombang otak pertama yang ditemukan adalah ritme alfa, yaitu ritme yang menonjol di korteks visual saat Anda menutup mata.
Virus corona Varian Delta pertama kali ditemukan di India dan dikenal lebih mudah menular dibandingkan varian lainnya, melansir conchovalleyhomepage.
Namun, varian tersebut tidak mendapatkan namanya sebagai bagian dari plot untuk mengendalikan otak.
Varian Delta dinamai sesuai dengan pengumuman WHO pada Mei, ketika mereka mengonfirmasi akan mengubah sistemnya untuk memberi label varian Covid-19.
Alfabet Yunani sering digunakan untuk tujuan penamaan dalam matematika dan sains, bukan hanya untuk gelombang otak.
Sebelum perubahan, varian Covid-19 dirujuk berdasarkan lokasi ditemukannya bersama dengan pengidentifikasi alfanumerik kompleks yang berkaitan bagaimana varian tertentu diturunkan dari varian sebelumnya.
Misalnya, varian yang ditemukan di Afrika Selatan dikenal sebagai varian Afrika Selatan, atau B.1.351.
Supaya tidak dianggap ‘menstigmatisasi dan diskriminatif’, menurut WHO, sistem diubah, dan menggunakan alfabet Yunani sebagai sumber pelabelan.
Varian sekarang dikenal publik sebagai alpha (B.1.7), beta (B.1.351), gamma (P.1), dan delta (B.1.617.2).
Jadi, penamaan varian Delta tidak ada hubungannya dengan gelombang otak yang dapat mengendalikan manusia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari