Intisari-Online.com -Seorang pengacara memutuskan melakukan banding usai kliennya yang merupakan petai karet divonishukuman mati.
Vonis tersebut dijatuhkan usai sang petani karet terbukti menyelundupkan 25 kg sabu.
Hanya saja, pengacara sang petani berinisial TH tersebut menolak vonis sebab dinilainya bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Padahal, saat membacakan vonis, Majelis Hakim justru membeberkan fakta yang membuat TH sulit untuk lolos dari vonis mati.
Kasus penyelundupan sabu ini sendiri terungkap di awal tahun ini, tepatnya apda 10 Februari 2021.
Dengan menggunakan bungkusan teh Cina, TH yang berusia 47 tahun berusaha menyelundupkan sabu sebanyak 25 kg.
TH yang datang dari Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, sedang berusaha untuk membawa masuk paket sabu tersebut ke Musi Banyuasin.
Polisi yang berasal dari Polda Sumatera Selatan yang selama ini telah mengintai pun langsung meringkus TH usai berhasil mengamankan sabu.
Tindakan inilah yang kemudianmenyeret TH dalam kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan.
Majelis Hakim Erma Suharti, melalui sidang virtual, kemudian memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada TH.
TH dianggap secarah sah telah melanggar pasal 114 ayat 2 dan pasal 122 ayat 2 tentang narkotika.
"Mengadili secara sah meyakinan pidana melawan hukum menjadi perantara narkotika," kata Erma saat membacakan vonis, Kamis (17/6/2021), seperti dikutip darikompas.com
"Menjatuhkan pidana dengan pidana mati."
Setelah vonis dibacakan oleh dirinya, Erma kemudian memberikan kesempatan kepada TH dan pengacaranya untuk mengajukan banding.
Nalapraya Akbar, selaku Kuasa Hukum terdakwa TH pun tidak berpikir panjang untuk mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan.
Sanga kuasa hukum menilai vonis yang dijatuhkan oleh hakim bertentangand dengan HAM, khususnya terkahit hak untuk hidup setiap orang.
Kita keberatan dengan hukuman mati ini, karena klien kami dijebak oleh R (dalam pencarian). Karena diminta membawa mobil berisi narkoba,"tuturnya.
Namun, di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedari awal sudah menuntut hukuman mati untuk TH.
Menurut JPU, tuntutan terberat tersebut dirasa sangat adil untuk dijatuhkan sebab tidak adanya hal yang meringankan TH.
Apalagi, dalam pembacaan vonis, Majelis Hakim pun mengungkapkan betapa beratnya kesalahan TH.
Pertama, TH secara sah telah terbukti menerima upah sebesar Rp15 juta untuk menyelundupkan sabu seberat 25 kg tersebut.
Selain itu, Majelis Hakim pun membeberkan fakta dari masa lalu TH terkait dengan penyalahgunaan narkoba.
TH ternyata pernah menjalani hukuman terkait dengan kasus yang sama, yaitu penyelundupan narkotika.
"Terdakwa pernah dihukum dengan kasus yang sama. Terdakwa mempunyai waktu satu minggu untuk pikir-pikir," ujar Erma.
Tidak ada kapoknya memang.