Advertorial
Intisari-Online.com - Seperti Indonesia, orang-orang Timor Leste juga terdiri dari beragam suku bangsa.
Sebagian besar dari orang Timor Leste adalah keturunan campuran Melayu-Polinesia dan keturunan Melanesia/Papua.
Tetun, merupakan kelompok etnis Melayu-Polinesia terbesar di Timor Leste.
Jumlahnya mencapai sekitar 100.000 jiwa menurut laman East Timor Goverment.
Tetun mungkin tidak asing di telinga sebagian orang. Ini juga merupakan nama bahasa resmi yang digunakan di Timor Leste, bahasa tetun atau tetum.
Kelompok etnis Tetun terutama tinggal di pantai utara dan sekitar Dili.
Kemudian kelompok etnis Melayu-Polinesia terbesar di Timor Leste setelah tetun adalah Mambae, jumlahnya sekiar 80.000 jiwa.
Mereka tinggal di pegunungan Timor Timur Tengah.
Selanjutnya adalah etnis Tukudede yang tinggal di daerah sekitar Maubara dan Liquisa, Galoli yang tinggal di antara suku Mambae dan Makasae.
Lalu Kemak yang tinggal di utara-tengah pulau Timor, serta Baikeno tinggal di daerah sekitar Pantemakassar.
Sementara itu, suku-suku utama yang sebagian besar dari Papua adalah Bunak, banyaknya sekitar 50.000 jiwa yang tinggal di bagian tengah Pulau Timor.
Ada pula Fataluku sekitar 30.000 jiwa yang tinggal di ujung timur Timor Leste di sekitar Los Palos, di mana di daerah ini juga tinggal etnis Makasae.
Selain campuran Melayu-Polinesia dan keturunan Melanesia/Papua, orang Timor Leste juga terdiri dari campuran Timor dengan Portugis.
Orang campuran ini dikenal dalam bahasa Portugis sebagai Mestiço.
Hal tersebut sering terjadi di bekas jajahan Portugis lainnya, di mana perkawinan antar ras biasa terjadi.
Ternyata, mantan presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta, merupakan salah satu orang Mestiço Timor.
Jose Ramos Horta dilahirkan di Dili, yang kini menjadi ibu kota Timor Leste, oleh ibu orang Timor dan bapak orang Portugis yang diasingkan ke Timor Portugis oleh diktator Salazar.
Ia merupakan Presiden Timor Leste kedua sejak Timor Leste merdeka dari Indonesia, yang mulai menjabat pada 20 Mei 2007, hingga 19 Mei 2002.
Sebelum menjadi Presiden, ia menjabat sebagai Perdana Menteri Timor Leste (8 Juli 2006 - 20 Mei 2007) dan Menteri Luar Negeri Timor Leste sejak kemerdekaannya pada 2002 hingga mengundurkan diri pada tahun 2006.
Lebih ke belakang, ia merupakan juru bicara bagi perlawanan Timor Leste di pengasingan selama pendudukan Indonesia antara 1975 dan 1999. Bahkan, ia mendapat Penghargaan Perdamaian Nobel tahun 1996.
Selain Jose Ramos Horta, Mario Viegas Carrascalao, juga merupakan seorang Mestiço Timor.
Ia adalah gubernur yang ditunjuk Indonesia antara 1987 dan 1992 di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Carrascalao juga merupakan pendiri Uni Demokratik Timor (UDT) pada tahun 1974 dan Partai Sosial Demokrat (SDP) pada tahun 2000.
Setelah kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Pemerintahan Konstitusi IV dari Perdana Menteri Xanana Gusmão dari 2009 hingga 2010.
(*)