Intisari-Online.com – Inilah negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelum Proklamasi diucapkan.
Palestina menjadi tempat khusus karena memiliki situs-situs keagamaan penting bagi ketiga agama Semit utama dunia, yaitu Islam, Kristen, dan Yudaisme.
Mereka masing-masing menganggap Palestina sebagai kota suci mereka.
Masjid Al Aqsa, merupakan tempat ibadah paling suci bagi umat Islam, tempat Salomo dan Daud beribadah, juga terletak di Yerusalem.
Baca Juga: Inilah Negara Pertama yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia, Diplomasi Mahasiswa di Luar Negeri
Umat Muslim percaya bahwa Nabi Muhammad SAW terbang dengan buraq (makhluk bersayap mitos dalam tradisi Islam) dari Mekah ke Masjid Al Aqsa dan dari sana bersama Malaikat Jibril terbang ke surga untuk berdoa bersama beberapa nabi.
Namun, itu bukanlah alasan utama Palestina mendapat tempat istimewa di hati orang Indonesia.
Orang Palestina adalah orang pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1944, bahkan sebelum mendeklarasikannya.
Orang Palestina yang membantu Indonesia mencapai kemerdekaan adalah Syekh Muhammad Amin al-Husaini.
Runtuhnya Kekaisaran Ottoman ditambah dengan Perjanjian Versailles membuka jalan bagi Inggris dan Prancis untuk mengontrol bagian-bagian Timur Tengah melalui sistem mandat yang menurut beberapa orang hanyalah bentuk penjajahan lain.
Di bawah sistem ini Inggris menguasai Palestina dan pada tahun 1917 mengeluarkan Deklarasi Balfour yang menjanjikan penciptaan tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Prinsip hak menentukan nasib sendiri yang dipromosikan oleh Liga Bangsa-Bangsa (sekarang PBB) tidak diterapkan karena mayoritas penduduk Palestina akan menolak Zionisme dan pembentukan negara Yahudi.
Sebaliknya Inggris mengikuti mulai kebijakan yang mengizinkan migrasi orang Yahudi dan Zionis ke Palestina dengan tujuan mendirikan negara Yahudi.
Faktor-faktor inilah yang akhirnya menyebabkan radikalisasi dunia Arab.
Tokoh kunci dalam dukungan Arab untuk kemerdekaan Indonesia adalah Muhammad Amin al-Husaini, Mufti Besar Palestina dan Pemimpin Tertinggi Dewan Palestina.
Dahulu kala sebagai Mufti Besar Palestina, dia tampaknya sudah memiliki titik lemah bagi Indonesia dengan memberikan hibah kepada pelajar Indonesia yang belajar di Kairo, Damaskus, Beirut atau Baghdad sebesar dua pound sterling per orang.
Al-Husaini berasal dari keluarga Palestina yang terkenal baik secara politik maupun ekonomi.
Keluarga tersebut secara aktif berusaha menghalangi Inggris yang mengizinkan Zionis berimigrasi ke Palestina dengan tujuan untuk mendirikan negara Yahudi tanpa persetujuan mayoritas penduduk Palestina.
Khususnya paman Amin al-Husaini, Musa al-Husaini mencoba berulang kali untuk membujuk Inggris melalui diplomasi dan lobi tanpa henti untuk tidak mengizinkan pembentukan yang kemudian menjadi Israel, tetapi tidak berhasil.
Inggris tidak memperhatikan aspirasi dan hak-hak penduduk non-Yahudi yang merupakan mayoritas penduduk Palestina.
Saat itulah al-Husain mulai berjuang untuk kemerdekaan Palestina dengan menggunakan cara yang lebih konfrontatif.
Mereka terlibat dalam beberapa kerusuhan yang mereka bantu memicu dengan pidato yang menghasut.
Dalam kerusuhan Palestina tahun 1933, Musa al-Husaini dipukuli dengan sangat parah oleh polisi Inggris sehingga pria berusia delapan puluh satu tahun itu meninggal beberapa bulan kemudian karena luka pedih yang dideritanya pada saat itu.
Pada akhirnya Amin al-Husaini terpaksa mengungsi ke Italia untuk melarikan diri dari otoritas Inggris dan Prancis.
Dari sana ia pergi ke Jerman dan sejak awal Perang Dunia Kedua Jerman menawarkan pedagang dan Mufti Besar Palestina, perlindungan terhadap baik kolonial Inggris maupun pasukan Zionis.
Pada September 1944 ia berada di Berlin dan pada 6 September ia mengumumkan dalam bahasa Arab melalui Radio Berlin, pengakuan dan dukungan Palestina bagi kemerdekaan Indonesia.
Siaran itu terus diulang selama dua hari. Sementara itu, surat kabar harian Al-Ahram juga memberitakan pengakuan Palestina atas kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Baju Palestina Tradisional, Gaya Pakaian Tergantung Wilayah dan Kelasnya
Syekh Muhammad Amin al-Husaini pernah belajar di sekolah Islam yang sama dengan Hasyim Asy'ari yang merupakan kakek dari mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan salah satu pendiri gerakan Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia yang keanggotaannya menjadikannya independen terbesar.
Hasyim Asy'ari berkorespondensi dengan al-Husaini. Seperti juga ketua partai Masyumi, Hasyim Asy'ari mengirimkan salinan telegram al-Husaini kepada perdana menteri Jepang.
Dalam kapasitasnya sebagai ketua NU dan Masyumi, Hasyim Asy'ari mengakui peran yang dimainkan al-Husaini dalam menekan perdana menteri Jepang agar mengambil tindakan untuk memberikan kemerdekaan Indonesia sesuai dengan janji Kaisar Jepang sebelumnya.
Setelah ini al-Husaini menggunakan pengaruhnya untuk melobi negara-negara Timur Tengah lainnya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Ia bekerja untuk membangun hubungan antara Indonesia dan Mesir dan menghubungkan Indonesia dengan Raja Farouk dari Mesir.
Kemudian Mesir menjadi negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Maret 1946 dan juga melobi negara-negara Arab lainnya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Al Husaini melobi dua tokoh kunci Liga Arab yakni Perdana Menteri Mesir Mahmoud Fahmy el-Naqrasyi dan Menteri Luar Negeri Mesir Abdulrachman Azzam Pasya yang juga sekretaris jenderal Liga Arab saat itu.
Mereka juga memiliki hubungan yang erat dengan aktivis kemerdekaan Indonesia di Kairo pada tahun 1940-an.
Pada tanggal 16 Oktober 1945 diadakan pertemuan di Kairo di gedung Organisasi Pemuda Islam yang dihadiri oleh banyak pemimpin dan aktivis politik Arab termasuk anggota parlemen Mesir, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Dekan Raja Fouad I Universitas, tokoh pers dan nasionalis Arab Muhammad Ali Thahir, Habib Borguiba yang kemudian menjadi Presiden Tunisia serta para pemimpin dan aktivis Lebanon dan Aljazair.
Baca Juga: Ada Udang di Balik Batu, Ini Misi Rahasia Israel Hancurkan Gedung Utama di Gaza
Dan diiputuskan untuk membentuk Lajnah al-Difa '' an Istiqlal Indunisiya atau Komite Pertahanan Kemerdekaan Indonesia yang mengeluarkan resolusi 7 poin yang meminta semua orang Arab dan Islam untuk mendukung kemerdekaan Indonesia, untuk membahasnya di parlemen, untuk secara formal, mengakui Republik Indonesia dan mengumumkannya kepada dunia.
Mereka juga sepakat untuk menekan Inggris yang tentaranya sudah tiba di Indonesia lebih dulu dari Belanda, bukan untuk mendukung Belanda.
Hadir dua mahasiswa Indonesia yang mewakili Indonesia yaitu, Muhammad Zein Hasan dan Ismail Banda.
Pada tanggal 18 November 1946 al-Husaini menelepon Muhamad Rasjid, wakil menteri luar negeri Indonesia saat itu untuk memberitahukan kepadanya bahwa negara-negara Arab mendukung penuh kemerdekaan Indonesia.
Al-Husaini kemudian berhasil membawa Muhamad Abdulmunim Mustapha, Konsul Jenderal Mesir di Bombay untuk pergi ke Indonesia dengan jet pribadi dan bertemu dengan Presiden Soekarno pada tanggal 15 Maret 1947.
Ia membawa surat untuk Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa semua negara anggota Liga Arab mendukung kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia menerima pengakuan internasional secara de facto tetapi membutuhkan pengakuan internasional secara de jure.
Pada bulan April 1947, Menteri Luar Negeri Indonesia Haji Agus Salim yang juga pemimpin Sarikat Islam (organisasi ekonomi, sosial dan politik Islam) dikirim dengan misi diplomatik ke wilayah tersebut untuk melobi pengakuan tersebut.
Pada tanggal 10 Juni 1947 ditandatangani Perjanjian Persahabatan antara Indonesia dan Mesir. Perjanjian tersebut ditandatangani di Kairo oleh Naqrashi Pasha, Perdana Menteri Mesir (saat itu juga Menteri Luar Negeri) dan Haji Agus Salim, Menteri Luar Negeri Indonesia.
Baca Juga: Istri Agus Salim Rela Tak Makan Daging Demi Mendapatkan Anak Sehat, Apa Hubungannya?
Pada tanggal 14 Juni Duta Besar Belanda untuk Mesir memprotes Perjanjian tersebut dengan alasan Indonesia belum menerima kemerdekaan dan masih di bawah kedaulatan Belanda.
Dia berjanji kepada Mesir bahwa mereka akan menerima dukungan penuh Belanda untuk Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa jika hanya Mesir yang menarik pengakuannya atas kemerdekaan Indonesia, melansir dari observerid.
Pengakuan Mesir atas kemerdekaan Indonesia diikuti oleh pengakuan oleh Lebanon pada 29 Juni 1947, oleh Suriah pada 2 Juli 1947, oleh Arab Saudi pada 24 November 1947 dan oleh Yaman pada Mei 1948.
Setelah Agresi Militer Kedua Belanda pada tahun 1948 banyak negara Arab menutup pelabuhan dan lapangan udara mereka untuk kapal dan pesawat Belanda.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari