Penulis
Intisari-Online.com - Meski merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, rupanya Mesir bukan anggota Komisi Tiga Negara (KTN).
Indonesia memilih negara tetangganya, Australia, untuk menjadi wakilnya dalam KTN. Semetara Belanda memilih Belgia.
Negara ketiga yang disepakati Indonesia dan Belanda sebagai pihak netral adalah Amerika Serikat.
Jadilah Australia, Belgia, dan Amerika Serikat sebagai anggota KTN, yang merupakan badan bentukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
Pada tanggal 25 Agustus 1947, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan ketiga negara tersebut untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
Australia diwakili Richard C Kirby, Belgia oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika Serikat diwakili Frank B Graham.
Selain membentuk KTN, Dewan Keamanan PBB juga mengadakan agenda sidang untuk membahas konflik antara Indonesia-Belanda.
Sidang tersebut dilaksanakan pada 14 Agustus 1947 di Lake Succes, New York, Amerika Serikat.
Meski, setelah berbagai upaya PBB tersebut, di kemudian hari Belanda masih bersikeras menguasai Indonesia dan melancarkan Agresi Militer Belanda II.
KTN sendiri kemudian berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke perundingan pada 8 Desember 1947 di kapal USS Renville.
Perundingan Renville dihadiri oleh Amir Syarifudin (Indonesia), R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia pro Belanda) dan Frank Graham (perwakilan KTN).
Pokok bahasan dalam perundingan Renville adalah upaya gencatan senjata dan penyelesaian masalah Garis Demarkasi Van Mook.
Baca Juga: Akhiri Penjajahan Belanda atas Indonesia, Ini Nama-nama Tokoh yang Wakili Indonesia dalam KMB
Pada 19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville.
Perjanjian Renville merupakan salah satu perjanjian yangditandatangani Indonesia dan Belanda dalam upaya menyelesaikan sengketa kedaulatannya, namun pada pelaksanaannya cukup merugikan Indonesia.
Setelah perjanjian tersebut, konflik Indonesia-Belanda pun masih berlanjut.
Adapun isi Perjanjian Renville di antaranya sebagai berikut:
Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Perang Portugis-Belanda Memisahkan Pulau Timor
1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
2. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.
5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.
6. Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).
7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
8. Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.
9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
Dampak Perjanjian Renville yang merugikan Indonesia
Perjanjian Renville membuat wilayah Indonesia semakin sedikit.
Belanda menguasai wilayah-wilayah penghasil pangan dan sumber daya alam.
Selain itu, wilayah Indonesia terkungkung wilayah yang dikuasai Belanda.
Belanda mencegah masuknya pangan, sandang, dan senjata ke wilayah Indonesia. Indonesia mengalami blokade ekonomi yang diterapkan Belanda.
Baca Juga: Afrika Selatan 'Terseret' Konflik Israel-Palestina dalam Skandal Visa Kejahatan Kembar Ini Pemicunya
Adam Malik dalam bukunya Mengabdi Republik: Angkatan 45 (1978) menilai bagi Indonesia, Perjanjian Renville jauh lebih buruk dan merugikan.
Efek yang paling dirasakan Indonesia adalah keharusan tentaranya pindah dari wilayah yang mereka kuasai sebelumnya.
Ribuan tentara dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat berbondong-bondong pindah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville.
Divisi ini dijuluki Pasukan Hijrah oleh rakyat Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka. Peristiwa ini dikenal sebagai Long March Siliwangi.
Kondisi politik Indonesia juga bertambah kacau setelah Perjanjian Renville. Dikutip dari Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948) karangan Pramoedya Ananta Toer, rakyat kecewa terhadap perjanjian itu.
Sebagai bentuk penolakan atas keputusan itu, sejumlah partai menarik dukungan dari pemerintah. Perdana Menteri Amir Sjarifuddin mundur dari jabatannya pada 23 Januari 1948.
Selain itu, setelah Perjanjian Renville disepakati, Belanda langsung mendeklarasikan pemerintahan federal di Sumatera. Padahal sebagian Sumatera adalah wilayah Indonesia.
Pada akhirnya, Belanda yang sudah diuntungkan dengan Perjanjian Renville, malah mengingkari perjanjian ini dengan serangan terhadap ibu Kota Indonesia dikenal sebagai Agresi Militer II.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari