Intisari-online.com -Kelompok separatis atau kelompok yang berupaya memisahkan diri dari suatu negara masih menjadi masalah di banyak negara.
Salah satunya di Indonesia.
Saat ini kelompok separatis yang ramai adalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Mereka sangat kuat dan terus-terusan menyebabkan perpecahan di Papua sampai harus ditangani dengan pendekatan militer.
Namun, dulunya ada kelompok separatis lebih hebat dan lebih mengerikan.
Nama kelompok ini adalah Fretilin dan Tropaz.
Fretilin dan Tropaz adalah kelompok kriminal bersenjata yang menebar teror di Timor Timur (saat ini bernama Timor Leste) ketika negara itu masih jadi bagian dari Indonesia.
Keunggulan mereka adalah struktur komando yang rapi dan terorganisir.
Senjata mereka juga cukup kuat untuk saat itu.
Surya.co.id menceritakan pertempuran sengit saat TNI (waktu itu masih bernama ABRI) menggempur benteng terkuat Fretilin.
Kisah berawal dari ABRI menerjunkan personil Yonif Linud 501 dan Grup-1 Kopassandha di Dili pada 7 Desember 1975.
Fretilin saat itu kalah persenjataan dan disiplin militer, sehingga mereka berhasil dipukul mundur meskipun di pihak ABRI gugur 35 personil.
Dili berhasil direbut ABRI, dan kemudian militan Fretilin mundur masuk hutan mempersiapkan perlawanan selanjutnya.
Selanjutnya benteng terakhir mereka berada di Gunung Matebian, dan mereka memerlukan waktu 3 tahun untuk menguatkan pertahanan kembali.
Di gunung tersebut Fretilin memusatkan kekuatannya.
Buku karangan J. Suryo Prabowo berjudul "Operasi Lawan Insurjensi" menceritakan jika benteng Fretilin di gunung Matebian punya pertahanan berlapis.
Lapisan pertama adalah para militan tidak terlatih yang diumpankan kepada ABRI.
Lapisan berikutnya yaitu tentara didikan Tropaz yang dilatih militer dari Portugal.
Baru lapisan ketiga sekaligus lapisan paling dalam diisi satuan elite Fretilin melindungi para pemimpin dan instalasi penting di sana.
ABRI pun mempersiapkan perlawanan dengan mendatangkan alutsista seperti pesawat anti-gerilya OV-10 Bronco.
Dalam buku "Kisah Sejati Prajurit Paskhas" ABRI justru tidak main-main menghabisi Fretilin.
ABRI mengerahkan Resimen Team Pertempuran (RTP) 18 dengan mengirim unsur tempur dari Kostrad, Marinir, dan Kopasgat atau Paskhas.
Kemudian ppesawat tempur OV-19 dan T-33 TNI AU maju untuk dukungan pertempuran udara jarak pendek.
Saksi serangan saat itu yaitu anggota Kopasgat Koptu Aten menceritakan nasibnya saat ABRI menyerang gunung Matebian.
Ia berada di puncak Matebian 1.949 mdpl bersama rekan-rekan lain.
Ia kemudian melihat milisi Fretilin waspada.
Langsung saja Koptu Aten dan pasukan ABRI lainnya menghujani Fretilin dengan AK-47.
Tembakan mereka luput semua dan tak ada satupun yang mengenai pasukan pemberontak, dan Koptu Aten jengkel melihat militan Fretilin menertawakan dan menghina pasukan ABRI.
Koptu Aten segera meminta dukungan pesawat tempur T-33 guna memborbardir kedudukan Fretilin.
Segera saja T-33 sudah meraung-raung kemudian menukik hujani militan Fretilin dengan peluru dan roket.
Para militan itu banyak yang tewas.
Nanok Soeratno, anggota Kopasgat yang juga ikut dalam pertempuran Matebian mengaku gempuran ABRI di sana sangat besar.
Saking besarnya satu persatu kelompok pro-Fretilin hilang semangat tempur dan menyerah begitu saja kepada ABRI.
Walhasil pertahanan Fretilin yang digalang amat kuat itu hancur lebur serta segelintir saja milisi Fretilin yang hidup dan melarikan diri untuk membuat kantong-kantong Gerilya.
Fakta tentang terpecahnya KKB ini sudah dianalisis oleh Wakapendam XVII/Cendrawasih Letkol Inf Dax Sianturi.
Kodam XVII/Cendrawasih meyakini aksi KKB Papua selama ini terjadi untuk tunjukkan keberadaan mereka.
Terutama dalam 2 bulan terakhir, KKB Papua di Nduga terus gempur sana-sini akhirnya kelompok lain di Puncak juga ingin dikenali.
"Untuk operasional mereka antara yang Ndugama (Egianus Kogoya) dengan kelompok Ilaga itu tidak terkordinir dalam satu komando.
Artinya, apa yang terjadi di Ilaga itu bukan bagian dari aksi yang di Ndugama," ujar Wakapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Dax Sianturi, dilansir dari Kompas.com, Jumat (18/10/2019).
Banyak pemimpin kelompok ini yang iri dengan Egianus Kogoya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini