Dimulai dengan Serangan Udara, Inilah Pertempuran Sengit Operasi Seroja, Pasukan Khusus Gabungan Indonesia vs Fretilin di Timor Leste

Khaerunisa

Penulis

Operasi ke Timor Leste tahun 1975 merupakan salah satu operasi militer besar yang dilakukan pasukan khusus Indonesia

Intisari-Online.com - Masing-masing pasukan khusus Indonesia tentu telah menjalankan berbagai operasi sejak pembentukannya.

Namun, salah satu operasi militer besar-besaran dan tak akan terlupakan yang pernah dijalankan pasukan khusus Indonesia adalah ketika mereka terjun ke Timor Leste pada akhir tahun 1975.

Itu adalah operasi militer bersandikan Operasi Seroja, dengan sasaran Timor Leste yang saat itu dikenal sebagai Timor Timur.

Operasi militer itu melibatkan pasukan khusus gabungan, dengan pasukan Lintas Udara Kostrad dan Kopassandha memulai invasi dengan mengeruduk Dili dari langit.

Baca Juga: HUT ke-59 Kopaska TNI AL: Terbentuknya Pasukan Khusus Indonesia Ini Berawal dari 'Ledakan di Dermaga Ujung Surabaya', Unjuk Kebolehan yang Membuat Bung Karno Terkagum-kagum

Itu terjadi pada dini hari tanggal 7 Desember 1975, terhitung 46 tahun yang lalu sejak saat ini.

Selain Lintas Udara (Linud), dalam operasi seroja juga dipraktikkan berbagai taktik militer, baik operasi Clandestine maupun pendaratan Amphibi oleh Korps Marinir.

Saat itu, musuh yang dihadapi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah Fretilin/Falintil.

Fretilin merupakan Organisasi dan milisi yang mempertahankan Timtim kala itu.

Baca Juga: Tak Dicapai dengan Mudah! Butuh Bertahun-tahun untuk Kirim Orang Pertama Meluncur ke Luar Angkasa, padahal Hanya Segini Waktu yang Dihabiskan Yuri Gagarin Selesaikan Misi Mengorbit Bumi

Mereka tak kaget dengan serbuan ABRI dari pasukan khusus gabungan Indonesia.

Mereka berusaha melawan dan menimbulkan jatuhnya korban tak sedikit dari ABRI.

Namun akhirnya Fretilin kewalahn juga, mereka terpaksa mundur ke hutan karena kemampuan tempur para personil ABRI memang jauh diatas mereka.

Pertempuran antara pasukan Indonesia dan Fretilin masih belum berakhir.

Baca Juga: Pantas Saja China Mati-matian Ingin Kuasai Pulau Natuna hingga Gunakan Pasukan Militer,Rupanya Ada 'Harta Karun' yang Sangat Menggiurkan di Pulau Terpencil Ini

Melansir serambinews, Beranjak ke Desember 1978, Panglima TNI M Jusuf memerintahkan untuk menangkap presiden Fretilin Nicolao Lobato.

Tangkap Nicolao Lobato, hidup atau mati!" tegas panglima kepada Kolonel Dading Kalbuadi selaku komandan operasi Seroja seperti dikutip dari: Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit.

ABRI kemudian membentuk pasukan gabungan yang dinamai Batalyon Parikesit.

Yon Parikesit berisikan prajurit dari kesatuan elit macam Kopassandha (Kopassus), Marinir serta Kopasgat (Paskhas).

Baca Juga: Meski Dicecar Sana-Sini, Rupanya Rencana China Ini Malah Dipuji Setinggi Langit Karena Bisa Jadi Solusi Jika Terusan Suez Macet, Walaupun China Terkesan Memonopoli Jalur Perdagangan

Tugas mereka cuma satu, yaitu 'eliminasi Lobato!'.

Konsep perburuan Yon Parikesit menggunakan taktik Mobile Udara (Mobud) dimana pasukan akan diterjunkan menggunakan helikopter melalui tali (fast ropping) di titik pendaratan.

Operasi segera dimulai, debut pertempuran Yon Parikesit terjadi di wilayah Laklobar dan Soibada.

Di sana tim berhadapan dengan pasukan pengawal Lobato.

Baca Juga: Matahari Masuki Babak Akhirnya, Hari Tanpa Bayangan Kini Hanya Tinggal Hitungan Hari, Catat Tanggalnya!

Seakan tak cukup mengerahkan Yon Parikesit, ABRI mengirim pula pasukan lainnya.

Seperti pasukan elit Nanggala-28 pimpinan Kapten Prabowo Subianto, Kompi Yonif Linud 700 Kodam XIV, satu kompi Yonif Linud 401 Banteng Raiders, dan Batalyon 744 Somodok pimpinan Mayor Yunus Yosfiah.

Pada 30 Desember 1978, Kapten Prabowo melapor pada Mayor Yusuf Yosfiah jika anggotanya ada yang memergoki pergerakan sejumlah besar pasukan Fretilin ke arah Selatan.

Hal ini, hal itu dinilai janggal karena Fretilin amat jarang mengerahkan pasukan besar yang bergerak bersama-sama, dugaan kuat pasti Lobato ada ditengah-tengah mereka.

Baca Juga: Kemarin Tolak Amerika Habis-habisan, Kini Iran Malah di Ambang Krisis, Mendadak Bersikap Baik padaJoe Biden Gegara Masalah Negara Ini

Laporan tersebut lantas diteruskan kepada Kolonel Sahala Radjagukguk yang berada di lapangan untuk memperketat pengepungan kepada pasukan Lobato.

Kapten Prabowo juga diberi tugas mengkoordinasikan pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada.

Nanggala-28 kemudian meluncur ke lokasi pengepungan, tanpa basa-basi lagi langsung menarik pelatuk senapan menyiram Lobato dan pasukannya.

Adu peluru silih berganti antar kedua belah pihak, sengit, semerbak bau mesiu dimana-mana.

Baca Juga: Tertanam di Perut Bumi dengan Pintu Bak Brankas Bank, Lokasi Penyimpanan Harta Erdogan Terkuak, Sampai Gunakan Kendaraan Khusus Ini untuk Angkut Emas dan Uang Simpanan

Sejumlah pengawal Lobato tewas, namun presiden Fretilin itu tak mau menyerah. Ia mencoba melarikan diri bersama sisa pengawalnnya.

Namun nahas, pada 31 Desember 1978, pelariannya disekat oleh Yon 744 Somodok. Kemudian terjadi pertempuran jarak dekat antara Yon 744 Somodok dan pasukan Lobato.

Seperti dikutip dari Kiki Syahnakri: Timor Timur The Untold Story, pelarian Lobato berakhir setelah ia ditembak oleh Sertu Jacobus Maradebo, seorang prajurit ABRI asli Timor Timur tepat di dadanya.

Setelah dipastikan tewas, Panglima TNI M Jusuf pun melapor ke Presiden Soeharto, bahwa pentolan utama Nicolao Lobato berhasil dieliminasi.

Baca Juga: Sekarang Dilarang Menyerang Musuh Duluan padahal Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia, Tentara Jepang Dulunya Terkenal Brutal, Banyak yang Dihukum karena Kekejamannya

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait