Advertorial
Intisari-online.com - Walau sedikit diketahui, rupanya Jepang baru saja melakukan pertemuan penting dengan Indonesia.
Melansir Kyodo News, pada Minggu (28/3/21), Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto.
Pertemuan itu terjadi pada Minggu (28/3), berbicara tentang masalah dengan China di Laut China Timur Saat ini.
Diketahui situasi saat ini ketengan tengah meningkat di kawasan tersebut.
Melalui pertemuan ini Jepang dan Indonesia, sepakat akan mendesak China untuk menahannya.
Juga menentang tindakan apapun yang dilakukan oleh China, yang kemungkinan akan membuat situasi semakin memanas.
Pada pertemuan penting itu, Kishi mengungkapkan keprihatinannya atas hukum maritim China.
Karena China mengesahkan hukum yang membuatnya bisa bertindak menembaki kapal asing, yang masuk ke perairan yang diklaim China, meski secara ilegal.
Pejabat Jepang itu juga menekankan bahwa status paramiliter pasukan maritim China bermasalah dengan hukum internasional.
Menurut Kishi, Jepang dan Indonesia telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dan mengadakan latihan bersama antara kedua negara di Laut Cina Selatan.
Mengenai situasi Myanmar, Kishi mengatakan kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama untuk segera memulihkan pemerintahan sipil di negara Asia Tenggara ini.
Menteri luar negeri dan menteri pertahanan Jepang dan Indonesia dijadwalkan mengadakan pembicaraan pada 30 Maret di Tokyo.
Ini merupakan kali kedua Jepang dan Indonesia menggelar konferensi bertajuk dialog "2 + 2", sejak Desember 2015.
Menurut Nikkei Asia, Jepang diperkirakan akan menandatangani kesepakatan dengan Indonesia pada 30 Maret untuk membuka jalan bagi ekspor alutsista, dalam rangka peningkatan aktivitas China di laut.
Dengan demikian, kesepakatan dengan Indonesia dapat menjadi simbol upaya bersama antara Jepang dan negara tetangga untuk menghadapi ancaman dari China.
Tokyo diharapkan mempertimbangkan untuk mengekspor perangkat keras seperti kapal.
Salah satu perhatian utama terkait teknologi Jepang adalah kemampuannya untuk mendeteksi objek dan menyelamatkannya, seperti radar dan pesawat penyelamat.
Karena banyak UKM yang terlibat dalam pembuatan alutsista, salah satu tujuan Jepang adalah mendongkrak industri pertahanan dalam negeri dengan menggenjot ekspor.
Dulu, Jepang melarang ekspor semua alutsista.
Pada tahun 2014, Tokyo sebagian mencabut larangan tersebut dengan menetapkan tiga prinsip:
Pertama melarang ekspor ke negara-negara yang terlibat konflik, mengizinkan ekspor yang berkontribusi pada perdamaian dan keamanan Jepang, dan membutuhkan persetujuan Tokyo untuk menjual senjata tersebut kepada pihak ketiga.
Perjanjian transfer alutsista dan teknologi merupakan dasar hukum untuk memastikan bahwa Negara penerima mengikuti tiga prinsip.
Jepang hanya mengekspor senjata militer ke negara-negara yang telah menandatangani perjanjian untuk mentransfer peralatan dan teknologi pertahanan.
Hingga saat ini, negara tersebut telah menandatangani perjanjian dengan sembilan negara, termasuk AS dan negara-negara lain terutama di Eropa.
Di Asia Tenggara, Filipina dan Malaysia telah menandatangani kesepakatan dengan Jepang.
Menteri Pertahanan Indonesia mengatakan bahwa negaranya sedang merundingkan kemungkinan membeli peralatan Jepang untuk modernisasi pertahanan.