Sebuah video mengerikan viral di internet, tunjukkan seorang pria Yahudi Israel hendak merebut rumah warga Palestina.
"Jika saya tidak mencuri rumah Anda, orang lain akan mencurinya," jawaban pria itu kepada Mona al-Kurd, wanita muda Palestina.
Al-Kurd menuduh pria itu mencuri rumahnya di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, yang kini diduduki Israel.
Dialog itu direkam oleh aktivis Palestina Tamer Maqalda Sabtu 1 Mei 2021 kemarin.
Al-Kurd yang berusia 22 tahun mengkonfrontir pria yang seenak jidatnya hendak mengambil rumahnya itu.
Al-Kurd terdengar berbicara dalam bahasa Inggris: "Jacob, Anda tahu ini bukan rumah Anda."
Namun pria itu menjawab: "Ya, tapi jika saya pergi, Anda tidak kembali, apa masalahnya? Mengapa Anda berteriak kepada saya?"
Respons itu memprovokasi Al-Kurd yang kemudian berteriak "Anda mencuri rumahku!"
"Jika saya tidak mencurinya, orang lain akan mencurinya," jawab Jacob.
"Jadi mengapa Anda meneriaki saya?"
"Tidak ada yang boleh mencuri rumah saya!" teriak Al-Kurd.
Jacob kemudian berbicara dalam bahasa Ibrani: "Ini bukanlah punyaku untuk dikembalikan."
Aksen mencurigakan
Beberapa bulan terakhir, lingkungan Sheikh Jarrah melihat serangkaian warga Palestina yang mendiami rumah-rumah di sana memprotes perintah dari Israel yang memerintahkan mereka meninggalkan rumah mereka.
Dilansir dari Al Jazeera, warga Palestina menggambarkannya sebagai kelanjutan pembersihan etnis yang dimulai dengan Nakba tahun 1948.
Senin malam, lusinan pasukan Israel masuk ke lingkungan itu dan menyerang keluarga Palestina dengan memukuli dan menembakkan gas air mata dan bunyikan bom di dekat meeka.
Baca Juga: Ancaman Hamas pada Israel Masih Nyaring Terdengar, Israel Malah Kembali Tembak Mati Remaja Palestina
Menurut media lokal Palestina, 20 warga cedera, dan 4 pria Palestina dengan 1 wanita ditangkap.
Dua dari mereka dilepaskan Selasa kemarin.
Separuh rumah keluarga al-Kurd diambil oleh penjajah Israel tahun 2009.
Saudara kembar al-Kurd Muhammad sebelumnya mengatakan berbagi rumah dengan orang-orang dengan aksen Brooklyn bagaikan penderitaan yang tidak bisa ditoleransi dan mengerikan.
"Mereka hanya duduk di rumah kami, menyiksa kami, mengganggu kami, melakukan apapun yang mereka bisa tidak hanya untuk memaksa kami pergi separuh rumah kedua kami tapi juga mengganggu tetangga kami agar meninggalkan rumah mereka sebagai bagian menghapus bersih keberadaan warga Palestina dari Yerusalem," ujar Muhammad.
Ia sendiri baru 11 tahun ketika para penjajah itu memaksa masuk rumah mereka.
Akhir Maret, pengadilan distrik Israel di Yerusalem Timur terapkan perintah untuk 6 keluarga Palestina, termasuk al-Kurds, di Sheikh Jarrah, untuk meninggalkan rumah mereka agar para penjajah bisa masuk.
Pengadilan yang sama juga memerintahkan tujuh keluarga yang lain tinggalkan rumah mereka pada 1 Agustus.
Hari Minggu kemarin, Pengadilan Agung Israel menunda perintah pemindahan keluarga guna membantu organisasi penjajah yang dibayari AS.
Pengadilan memberi keluarga-keluarga itu waktu sampai Kamis untuk mencapai "kesepakatan" dengan para penjajah.
Dengan kesepakatan itu, mereka harus membayar sewa rumah mereka sendiri kepada para penjajah dan menyebut mereka sebagai tuan tanah rumah mereka sendiri.
Kesepakatan yang diberikan pengadilan telah dikecam oleh keluarga Palestina.
"Sistem pengadilan kolonial Israel yang tidak adil tidak mempertimbangkan menanyakan kepemilikan ilegal para penjajah dan telah memutuskan kehilangan apa yang akan dirasakan keluarga itu," ujar para keluarga.
Sebanyak 28 keluarga Palestina sampai di wilayah Karm al-Jaouni di Sheikh Jarrah sebagai pengungsi di tahun 1956.
Kemudian di bawah kesepakatan dengan pemerintah Yordania dan agen pengungsi PBB UNRWA, rumah-rumah dibangun sebagai ganti status pengungsi mereka dan janji jika keluarga-keluarga ini akan memiliki rumah mereka sendiri setelah 3 tahun.
Janji itu tidak pernah ditepati, dan di tahun 1967 Yordania kehilangan mandatnya atas Tepi Barat dan Yerusalem Timur setelah wilayah itu diduduki Israel.
Penjajah Israel mengatakan keluarga-keluarga Palestina telah membangun rumah mereka di tanah Yahudi sebelum 1948 dan mereka harus pergi dari rumah itu, tapi kartografer Palestina Khalil Toufakji menolak klaim ini.
Toufakji mengatakan ia temukan tanah yang bukan milik Yahudi di tempat itu setelah menyelidiki arsip-arsip Ankara 11 tahun yang lalu.
"Kuberikan kepada pengadilan distrik Israel, yang menolaknya," ujar Toufakji.
Tahun-tahun sebelumnya, warga Palestina berhasil mengevakuasi 3 rumah di pemukiman itu, setelah muncul keputusan Israel.
Ada total 38 keluarga Palestina yang terancam diusir dari rumah mereka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini