Transmigran asal Jawa juga mendapat posisi unggulan dibanding masyarakat lokal.
Sejak 1969 jumlah orang Jawa yang ikut dalam transmigrasi slealu naik, tercatat melalui Repelita I dan II, pemerintah Orba berhasil menempatkan 41.701 transmigran dalam 9.916 kepala keluarga.
Kemudian pada Repelita IV tahun 1984, jumlah melonjak tajam menjadi 137.800 KK, berasal dari Jawa, Buton, Bugis, dan Makassar.
Akibatnya lahan-lahan pun dibuka, membutuhkan sampai 689 ribu hektar.
Tanah Suku Amungme pun terpaksa direnggut.
Pakar dan akademisi sejak Januari 1985 sudah mendesak pemerintah secara halus untuk mengurangi jumlah transmigran ke Papua Barat, tapi Menteri Transmigrasi Martono menolak mentah-mentah usul tersebut.
“Pemerintah tidak akan mengurangi pengiriman transmigrasi ke Irian Jaya, bahkan akan meningkatkan namun pelaksanaannya akan dilakukan lebih hati-hati untuk menghindarkan konflik sosial antara pendatang dengan penduduk asli,” kata Martono, seperti dikutip Sabam Siagian dalam “Kita dan Papua Nugini: Masa Depan Bersama” dari Buletin Antara terbitan 25 Februari 1985.
Sabam Siagian juga menulis dalam buku karangan Ali Moertopo, Sekar Semerbak terbitan 1985 jika transmigrasi dipercaya dapat mendorong kemajuan penduduk Papua Barat dengan kembali ke tujuan transmigrasi: memeratakan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan, dan mengukuhkan persatuan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR