Advertorial
Intisari-online.com - Saat ini, KKB Papua tengah menjadi sorotan karena dilabeli sebagi kelompok teroris oleh pemerintah.
Hal itu karena tindakan KKB yang dinilai sudah kelewatan dan kerap meresahkan masyarakat.
Walaupun sebenarnya KKB Papua sudah ada sejak lama di Indonesia, namun hingga kini kelompok ini memang sulit ditumpas.
Bahkan pada zaman Presiden kedua Indonesia, Soeharto, KKB Papua sudah ada.
Namun, pada saat itu Presiden Soeharto memiliki cara sendiri dalam menangani Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua ini.
Bahkan Presiden RI ke-2 ini sampai turun tangan sendiri untuk menemui pimpinan KKB pada saat itu, Lodewijk Mandatjan.
Bahkan tercatat dalam sejarah, Lodewijk Mandatjan merupakan salah satu pemimpin KKB paling legendaris.
Dia memimpin sebanyak 14.000 anggota KKB Papua di bawah kendalinya, dalam melakukan aksi teror pada tahun 1964-1967.
Untuk meredamkan pemberontakan KKB Papua Presiden Soeharto bertemu langsung dengan Lodewijk Mandtjan, pada 11 Januari 1969.
Menukil dari Soeharto.co, melalui Serambinews, presiden Soeharto menerima kakak beradik Mayor (Tituler) Lodewijk Mandatjan dan Kapten (Tituler) Barens Mandatjan di Istana Merdeka.
Keduanya melakukan pertemuan, kemudian melakukan pembicaraan mengenai KKB Papua.
Pertama, Mandatjan mengatakan dia siap kembali ke Indonesia atas kemauannya sendiri.
Kemudian, Presiden Soeharto mengatakan padanya, masih banyak kekurangan dalam kehidupan rakyat di Irian Barat saat itu.
Akan tetapi, Presiden Soeharto mengatakan kebahagian tidak turun dari langit, melainkan harus dicapai dengan kerja keras.
Salah satunya dengan mengusahakan pembangunan.
Baru dengan demikian, kita akan memperbaiki kehidupan rakyat setahap demi setahap, begitulah kata Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto juga mengatakan, dia akan membangun kembali Irian Barat yang diperoleh dari Belanda tahun 1963.
Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana pembangunan Irian Barat bisa dilakukan dengan secepatnya.
Kepada kedua Mandatjan, Presiden Soeharto menjelaskan tentang penentuan pendapat rakyat, di mana dia meminta bantuan rakyat untuk mensukseskannya.
Sementara itu, menurut buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando," karya Hendro Subroto, KKB Papua di bawah Lodewijk Mandatjan melakukan pemberontakan dengan senapan tua peninggalan Perang Dunia II.
Pada 28 Juli 1965, terjadi serangan ke asrama Yonif 641/Cenderawasih Manokwari sehingga mengakibatkan tiga anggota TNI gugur dan empat lainnya luka-luka.
Gara-gara ini kedaan Manokwari semakin mencekam.
Berbagai macam aksi dilakukan KKB Papua, di kecamatan Warmare dan Ransiki.
Aksi Mandatjan dilakukan bukan karena ingin memisahkan diri dari Indonesia, melainkan karena buruknya ekonomi awal Irian Barat saat itu.
Mandatjan sendiri juga merupakan prajurit yang ikut melakukan operasi pembebasan Irian Barat melalui operasi Trikora.
Aksinya akhirnya mereda setelah Sarwo Edhie turun tangan, saan menjabat sebagai panglima Kongdam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).