Penulis
Intisari-Online.com - Pada akhir Januari 2021 lalu,Perdana Menteri India Narenda Modi mengumumkan bahwa India telah memenangkan 'perang'melawan pandemi virus corona (Covid-19).
Itu karena gelombang kedua pandemi yang parah tidak kunjung datang. Malah sebagian besar kasusnya ringan.
Pernyataan Modi lantas membuat negara lain berpikir bahwa negara itu telah mengatasi pandemi walau menempati peringkat ke-3 sebagai negara dengan kasus virus corona terbanyak di dunia.
Karena jawaban Modi juga, menciptakan “pesan palsu” yang membuat masyarakat India bertindak sebaliknya.
Mereka tidak memakai masker, tidak mematuhi jarak sosial, dan mulai berkerumun.
Termasuk ribuan orang yang menghadariKumbh Mela atau festival kendi, salah satu ziarah paling suci dalam agama Hindu.
Di manaratusan ribu umat Hindu berenangdi tepi sungai Gangga untuk melakukan doa khusus padabulan April 2021 lalu.
Namun dua bulan kemudian, keadaaan berubah.
India diterpa gelombang pandemi yang begitu parah. Bahkan dalam sehari ada lebih dari 200.000 kasus baru pada pertengahan April 2021.
Itu adalah rekor tertinggi selama pandemi sejak tahun lalu.
Dalam seminggu, ada 1,6 juta kasus virus corona di India dengan lebih dari 2.000 tewas per hari.
Rumah sakit nyaris kolaps karena bertumpuknya pasien dan mereka kekurangan tabung oksigen.
Selain jarang mematuhi protokol kesehatan, tingkat vaksinisasi di India berjalan lambat.
Saat ini, baru mencapaimencapai tiga juta dosis per hari.
Padahal seharusnya kapasitas produksi vaksin di India adalah 70 juta dosis / bulan.
Saat ini, hanya 10% penduduk India yang telah divaksinasi, atau lebih dari 1 miliar orang di negara ini belum divaksinasi.
Kondisi India lalu membuat khawatir negara lain dan juga WHO.
Dilansir dari theguardian.com pada Minggu (2/5/2021), India mendapat banyak tawaran bantuan. Termasuk dari Australia.
Bantuan yang ditawarkan difokuskan pada persediaan medis seperti ventilator, alat pelindung diri, dan bahkan tabung oksigen dari musuh bebuyutan India, Pakistan.
Namun jumlah peralatan yang ditawarkan tidak terlalu banyak. Padahal negara itu memiliki 1,4 miliar warga.
Namun India malahmeminta akses ke salinan vaksin murah untuk mereka dan negara berkembang lainnya.
Namun hal ini membuatAustralia, bersama dengan beberapa negara kaya lainnya, tidak langsung setuju.
Bahkan sejauh inimenolak permohonan yang dibuat oleh India pada bulan Oktober lalu untuk membantu meningkatkan akses vaksin murah bagi negara-negara berkembang.
India sendiri memimpin negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk memintapaten vaksin versi yang lebih murah agar dapat diproduksi dan dijual.
Tapi organisasi hak asasi manusia, ahli vaksin, serikat pekerja dan kelompok bantuan telah meminta pemerintah Australia tidak menolaknya.
Alasannya ada risiko besar denganmembiarkan virus bermutasi di negara berkembang dan akan menimbulkan kemanjuran vaksin di negara maju.
Sikap Australia lantas membuat negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, serta beberapa negara lain belum bereaksi atas proposal India.