Sejarah Timor Leste, Minta Tolong ke Indonesia untuk Meredam Perang Saudara, Tapi Malah Justru Memperkeruh Konflik hingga Korban Berjatuhan dari Kedua Pihak

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste mencatat bahwa negara ini memproklamirkan kemerdekannya pada 28 November 1975.

Namun karena Deklarasi Kemerdekaan ini dinyatakan secara sepihak, dampaknya menyebabkan perang saudara.

Pemerintah Timor-Leste sejak 1859 masuk ke dalam wilayah kekuasaan Portugis, sementara Pulau Timor bagian barat ada di bawah kekasaan Belanda.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Pemerintah Indonesia menegaskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dunia internasional, serta tidak memiliki ambisi teritorial terhadap Timor Timur.

Baca Juga: Inilah Bahasa Tetun, Bahasa Asli Timor Leste yang Bermanfaat Bagi TNI untuk Ringkus Penyelundup Senjata Saat Terjadi Gelombang Pengungsi Timor Leste ke Indonesia Menjelang Tahun 1975

Karena itu sejak 1960, PBB menganggap Timor-Leste sebagai wilayah non-otonom yang ada di bawah pemerintahan Portugis.

Dari 1962 hingga 1973, Majelis Umum PBB mengakui hak Timor-Leste untuk menentukan nasib sendiri.

Namun, Portugal menolak mengakui hak tersebut dan mengakui Timor-Leste sebagai provinsi Portugis, setara dengan provinsi-provinsi lainnya.

Setahun kemudian pada 1974, terdapat Revolusi April yang memulihkan demokrasi di Portugal dan Pemerintah Portugal menghormati hak penentuan nasib sendiri untuk Timor-Leste.

Baca Juga: Padahal Jauh Lebih Kaya Raya dan Lebih Maju, Tetapi Taiwan Justru Disarankan Untuk Meniru Timor Leste, Rupanya Hal Inilah yang Harus Ditiru

Menindaklanjuti progres ini, pada Mei 1974 dibentuk lah Komite Penentuan Nasib Sendiri Timor Timur di Dili, yang saat ini menjadi ibu kota negara.

Sejumlah pengamat independen yang berkunjung ke wilayah Timor Timur menilai mayoritas masyarakat di sana menolak untuk berintegrasi atau bergabung dengan Indonesia, dikarenakan perbedaan budaya sebagai salah satu alasan utamanya.

Proklamasi

Program dekolonialisasi mulai gencar terjadi sejak Januari 1975, kerajaan kolonial Portugal dibubarkan, gerakan pembebasan di tataran lokal pun meningkat.

Baca Juga: Sempat Bergelimang Harta Waktu Diberi Kemerdekaan Indonesia, Bukannya Makin Kaya Ternyata Ini Penyebab Timor Leste Justru Jatuh Makin Sengsara, Kelakuan Pejabatnya Ini Jadi Alasannya

Sebuah pemilihan lokal pun diadakan, ketika itu di distrik Lautem untuk kepemimpinan administratif regional.

Pada hasil jajak pendapat pertama, organisasi partisan Apodeti (Asosiasi Demokratik Rakyat Timor) kurang mendukung pemisahan diri ini, sementara rakyat Timor menolak untuk integrasi dengan Indonesia melalui cara-cara demokratis.

Hingga akhirnya pada 28 November 1975, organisasi partisan lain, Fretilin (Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka) bersama Perdana Menteri Xavier do Amaral secara sepihak mendeklarasikan kemerdekaan Timor-Leste.

Nicolau Lobato, yang kemudian menjadi pemimpin pertama Perlawanan Bersenjata, diangkat sebagai Perdana Menteri negara merdeka yang baru.

Baca Juga: Ketika Australia Berutang Budi pada Timor Leste dalam Perang Dunia 2, Tentaranya Dibantu Saat Melawan Jepang bahkan Sampai Nyawa Warga Timor Jadi Taruhannya

Deklarasi kemerdekaan menyebabkan perang saudara.

Indonesia datang ke Timor Leste

Tidak berselang lama setelah Timor Leste mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugis, pasukan Indonesia datang pada 7 Desember 1975.

Pada 1976, Indonesia menyatakan jika Timor Leste menjadi bagian negara Indonesia sebagai Provinsi Timor Timur.

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan pembangunan di Timur Leste.

Namun ada golongan yang tidak puas dan melakukan tindakan separatis.

Baca Juga: Invasi Indonesia di Timor Leste Tahun 1975, Pasukan Diam-diam Menyerang di Seberang Perbatasan dari Timor Barat hingga 5 Jurnalis Australis Tewas

Setelah lepas dari Portugis terjadi kekosongan kekuasaan di Timor Leste.

Kekosongan diisi oleh partai pro kemerdekaan dari akar rumput, yakni Fretilin.

Mereka mengambil peran semi-pemerintah.

Namun tindakan itu mendapat reaksi keras dari partai-partai lain yang memiliki misi masing-masing.

Pada waktu itu partai di Timor Leste ada tiga, yakni Fretilin, Uni Demokrat Timur (UDT), dan Associacao Popular Timorense (APODETI).

Baca Juga: Pernah Dipuja Sebagai Pahlawan Timor Leste, Ternyata Xanana Gusmao Pernah Marah-Marah dan Melawan Pemerintahnya Gara-Gara Perkara Covid-19, Begini Kisahnya

Fretilin ingin Timor Leste merdeka dan berdaulat sepenuhnya.

UDT ingin kemederkaan Timor Leste secara bertahap, sedangkan APODETI justru Timor Leste berintegrasi dengan Indonesia.

Keinginan yang berbeda itu menimbulkan perpecahan dan terjadi perang saudara.

Konflik tersebut menimbulkan banyak korban, termasuk dari rakyat sipil.

Kemudian, UDT dan APODETI meminta bantuan Indonesia untuk merendam situasi ini.

Indonesia akhirnya mengirimkan pasukannya ke Timor Leste.

Baca Juga: Hembuskan Isu Hantu Komunisme, Peran Kepala Intelijen Jenderal Ali Murtopo dalam Pencaplokan Timor Leste pada 1975 oleh Indonesia, Yakni 'Mempengaruhi' Soeharto Terkait Partai Fretilin

Upayakan damai

Kedatangan pasukan Indonesia ke Timor Leste justru semakin memperkeruh konflik.

Korban-korban dari kedua pihak berjatuhan.

Upaya meredakan konflik terus dilakukan Pemerintah Indonesia.

Indonesia membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebelumnya Indonesia melakukan perundingan dengan Portugis.

Bahkan kedua negara membuat perjanjian referendum di Timor Leste pada 5 Mei 1999.

Perjanjian kedua negara tersebut dikenal sebagai New York Agreement.

PBB ikut mengawal dalam masalah ini dan membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) pada 11 Juni 1999.

Baca Juga: Sempat Nikmati Manisnya Pertumbuhan Ekonomi, Timor Leste Perlahan-lahan Hancur Karena Pemerintah yang Tak Becus Urus Anggaran, Ladang Minyak Tak Bisa Dinikmati hingga Proyek Besar Mangkrak

Dewan Keamanan PBB juga menetapkan resolusi 1246 yaitu kesepakatan antara Indonesia, Portugis, dan PBB untuk menggelar referendum.

Memisahkan dari Indonesia Pada 30 Agustus 1999 digelar referendum di Timor Leste.

Ada dua pilihan dalam referendum, yakni menerima otonomi khusus untuk Timor Lestes dalam NKRI atau menolak otonomi khusus.

Hasil referendum menunjukkan sebanyak 94.388 penduduk atau 21,5 persen memilih tawaran otonomi khusus. Sementara, 344.580 penduduk atau 78,5 persen memilih untuk menolaknya.

Hasil referendum itu membuat Timor Leste menjadi sebuah negara baru.

Karena dianggap berjasa bagi kemerdekaan Timor-Leste, nama Habibie pun diabadikan di negara itu menjadi nama untuk sebuah jembatan yang ada di Kota Dili.

(*)

Artikel Terkait