Intisari-online.com -Pemerintah resmi menyebutkan jika Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB - OPM) dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai kelompok teroris.
Buntutnya, OPM mengancam lakukan kampanye musnahkan anggota TNI-Polri sampai orang Jawa yang ada di Papua.
Ancaman akan dilakukan jika komunitas internasional seperti PBB tutup mata dan tidak turun tangan membantu bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Ancaman disampaikan oleh Dewan Diplomatik TPNPB - OPM Amatus Akouboo Douw.
"Jika Indonesia melanjutkan teror dan genosida terhadap penduduk sipil Papua Barat (seperti yang telah terjadi hampir 60 tahun) dan komunitas internasional tidak ikut Dicap Teroris, TPNPB-OPM Ancam Kampanye Musnahkan TNI-Polri hingga Orang Jawacampur, TPNPB-OPM akan mengumumkan kampanye untuk memusnahkan tidak hanya anggota militer ilegal yang menduduki Papua, tetapi juga orang Jawa ilegal dan pemukim lainnya yang mencuri tanah adat dan sumber daya orang Papua Barat," kata Amatus dalam keterangannya yang disampaikan oleh juru bicara TPNPB-OPM Senin 3/5/2021.
Transmigrasi Suku Jawa ke Bumi Cendrawasih
Sebagai ujung timur Nusantara, Papua menjadi tanah yang sulit dijangkau bahkan oleh orang-orang Belanda sendiri.
Pemerintah kolonial tidak punya cukup dana menduduki bumi Cendrawasih itu, meski sudah didesak agar segera memperluas wilayah jajahan.
Akhirnya Belanda lakukan program kolonisasi dengan memindahkan penduduk dari Jawa ke Papua.
Begitulah dimulainya transmigrasi suku Jawa ke Papua, berawal dari perpanjangan tangan pemerintah kolonial untuk mengontrol sebuah wilayah.
Saat itu pulau Jawa adalah pusat pemerintahan kolonial, tempat peradaban Nusantara berada.
Seperti dalam catatan H.W. Bachtiar di "Sejarah Irian Jaya" yang rangkumannya ada di buku Irian Jaya: Membangun Masyarakat Majemuk tahun 1993, diketahui pada 1903 asisten residen Belanda di Merauke ditugasi menyiapkan daerahnya sebagai tujuan program kolonisasi.
Dua tahun berikutnya misionaris Katolik ikut dalam program ini mengumpulkan sebanyak mungkin bahan keterangan mengenai bahasa dan adat istiadat penduduk lokal.
Tak hanya Papua, tujuan program kolonisasi pemerintah Hindia Belanda kala itu juga mencakup Lampung.
November 1905, Asisten Residen Sukabumi H.G. Heyting memberangkatkan 155 kepala keluarga Jawa ke Gedong Tataan, Lampung.
Mereka kemudian dikenal sebagai perintis keberadaan orang Jawa yang berpindah atas sponsor pemerintah.
Berdasarkan Catatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI di Transmigrasi Masa Doeloe, Kini dan Harapan Kedepan (2015) tunjukkan jika program pemerintah kolonial itu dihidupkan kembali pada 12 Desember 1950.
Namanya diganti menjadi transmigrasi, dinilai lebih nasionalis dan bebas dari kesan penjajahan.
Sedikit berbeda dengan kebijakan pemerintah Hindia Belanda, pemerintah Indonesia saat itu membidik wilayah dengan potensi pertanian untuk tujuan transmigrasi.
Hanya saja, Papua Barat bukan salah satunya.
Papua dipilih jadi lokasi transmigrasi pada tahun 1964, seperti dituturkan oleh Loekman Soetrisno dalam kumpulan tulisannya Transmigrasi di Indonesia 1905-1985 (diterbitkan tahun 1985), pemerintah merasa sudah tidak ada lagi wilayah yang lebih ideal dijadikan tujuan transmigrasi daripada Papua Barat.
Kini sampai tahun 2019 kemarin, rakyat Papua sudah mengeluhkan jika pendatang sudah melebihi jumlah penduduk asli.
Beberapa hal yang mereka keluhkan adalah peluang kerja masyarakat asli Papua berkurang karena kalah saing.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP) Demas Tokoro dalam pertemuan dengan Presiden Ma'ruf Amin.
“Kami mengusulkan kebijakan yang memperluas secara pasti kewenangan khusus untuk melindungi dan memberdayakan orang asli Papua,” kata Demas seusai bertemu Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Saat itu MRP menyampaikan agar jumlah pendatang ke wilayah Papua dikendalikan, karena orang asli Papua semakin minoritas.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini