Intisari-Online.com - Korupsi merupakan salah satu tuduhan yang dilayangkan junta militer terhadap pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Selama ini, Myanmar sendiri merupakan salah satu negara paling korup di dunia.
Negara tersebut pernah menjadi negara paling korup kedua di dunia setelah Somalia pada 2010.
Sementara kini, Myanmar dikatakan telah menunjukkan peningkatan yang signifikan meski Indeks Persepsi Korupsinya masih sangat rendah.
Melansir bbc.com (11/3/2021), Penguasa militer Myanmar menuduh pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi secara ilegal menerima $ 600.000 dan 11kg emas.
Tuduhan itu adalah yang terkuat namun dilontarkan oleh militer sejak menggulingkan Suu Kyi dan kepemimpinan demokratis negara itu pada 1 Februari.
Tidak ada bukti yang diberikan, sementara seorang anggota parlemen dari partai Suu Kyi membantah tuduhan tersebut.
"Tidak jarang melihat fitnah terhadap politisi dan upaya untuk menghancurkan partai sementara anak muda yang tidak bersalah dibunuh di depan umum," kata Aye Ma Ma Myo kepada Reuters.
Dilaporkan bahwa tuduhan Aung San Suu Kyi menerima uang tunai $ 600.000 dan 11kg emas itu dibuat oleh mantan menteri utama Yangon, Phyo Mien Thein, yang mengatakan dia telah memberinya pembayaran, kata juru bicara junta Brigjen Zaw Min Tun.
Selain itu, Jenderal Zaw Min Tun juga menuduh Presiden Win Myint dan beberapa menteri kabinet melakukan korupsi.
Menurut laporan Transparency International 2020, skor Indeks Persepsi Korupsi Myanmar (CPI) adalah 28.
Melihat skor tersebut, dikatakan, Myanmar mengalami peningkatan signifikan pada CPI, yaitu meningkat 13 poin sejak 2012.
Baca Juga: Star Syndrome Bisa Berdampak Negatif Bagi Kehidupan Seseorang, Simak Cara Menghindarinya Berikut!
Namun, skor tersebut masih menunjukkan betapa korup negara ini, bahkan di bawah rata-rata global yang juga masih rendah.
CPI merupakan Indeks yang memeringkat 180 negara dan wilayah berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik menurut para ahli dan pengusaha.
Digunakan skala nol hingga 100, di mana nol sangat korup dan 100 sangat bersih.
Dengan skor 28 tersebut, saat ini Myanmar hanya menempati peringkat ke-137 dari 180 negara. Bahkan di Asia Tenggara, Myanmar menjadi negara paling korup kedua setelah Kamboja yang punya skor CPI 21.
Rata-rata skor CPI dari 180 negara pada 2020 adalah 43. Angka ini menggambarkan betapa suram korupsi di berbagai negara di dunia.
Dilaporkan bahwa sebagian besar negara di dunia hanya membuat sedikit atau tidak sama sekali terkait kemajuan dalam menangani korupsi dalam hampir satu dekade.
Penurunan skor CPI terjadi di empat negara Asia Tenggara, termasuk Myanmar. Di antaranya, Myanmar (turun dari 29 menjadi 28), Vietnam (37 menjadi 36), Malaysia (53 menjadi 51) dan Indonesia (40 menjadi 37).
Mengutip Anadolu Agency (8/8/2019), perbaikan setelah serangkaian reformasi yang diperkenalkan oleh pemerintah kuasi-sipil sejak 2010, menunjukkan situasi melawan korupsi di Myanmar mulai membaik.
Sebelum kembali berkuasa awal tahun ini, Junta militer sendiri resmi dibubarkan pada 2011 usai dilakukan pemilihan umum di tahun 2010 dan pemerintahan sipil dilantik.
Dikatakan Transparency International, investigasi terhadap pejabat tingkat tinggi dan implementasi reformasi hukum dan kelembagaan disebut menunjukkan beberapa kemajuan dalam upaya anti-korupsi negara tersebut. Juga peningkatan kemauan politik untuk memerangi korupsi.
Sebuah laporan baru-baru ini, Global Corruption Barometer - Asia, menemukan bahwa banyak warga Myanmar yang berpikir pemerintah mereka melakukan pekerjaan yang baik dalam menangani korupsi, dan bahwa orang biasa dapat membuat perbedaan dalam memerangi korupsi.
Namun, sayangnya, terlepas dari perbaikan-perbaikan tersebut, terdapat kesenjangan hukum dan struktural yang menghambat upaya antikorupsi.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Anti-Korupsi Myanmar (ACC) awal tahun 2019 mengatakan, korupsi berkembang pesat di kalangan staf pemerintah.
Berdasarkan survei yang dirilis Mei 2019, 90% orang yang ikut serta menjawab bahwa mereka mengalami kesulitan berbisnis dengan pemerintah kecuali mereka menyuap pejabat.
“Korupsi skala kecil dan menengah sangat sistematis dalam mekanisme administrasi,” kata Kyaw Soe, juru bicara ACC.
Dalam kebanyakan kasus, pejabat tinggi melindungi pejabat yang lebih rendah karena mereka menerima sebagian dari suap, katanya kepada Anadolu Agency. Hal ini mempersulit pembuktian korupsi di pemerintahan, imbuhnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini