Intisari-Online.com - Belakangan ini, aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali membuat resah pemerintah Indonesia.
Setelah dua orang guru tewas ditembak pada awal bulan ini, kabar duka kembali datang.
Pada Minggu (25/4/2021), Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha gugur ditembak KKB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua.
Hal ini dibenarkan oleh Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen Ignatius Yogo Triyono.
"Iya betul, gugur," ujar Yogo, saat dihubungi Kompas.com, Minggu.
Aksi meresahkan KKB Papua sendiri sudah ada sejak akhir pemerintahan Presiden Soekarno.
Lodewijk Mandatjan merupakan pemimpin KKB Papua yang terkenal sekitar tahun 1964-1967.
Berbicara tentang Lodewijk Mandatjan, ada kisah menarik saat tentara Indonesia membekuk sosok tersebut.
Aksi KKB pimpinan Lodewijk sempat membuat repot pasukan Indonsia.
Pasalnya, ia berhasil menghimpun kekuatan hingga 14.000 orang untuk melakukan teror.
Bermodalkan senapan-senapan tua peninggalan perang dunia 2, pasukan Lodewijk itu melancarkan pemberontakan.
Bahkan, akibat serangan terhadap Asrama Yonif 641 / Cenderawasih Manokwari pada 28 Juli 1965, sebanyak 3 orang anggota TNI meninggal dunia dan 4 orang luka-luka.
Ketika pertempuran dengan KKB makin sengit, RPKAD (sekarang Kopassus) pun ditugaskan untuk meredam pemberontakan di Papua itu.
Pertempuran KKB Papua dan pasukan khusus Indonesia dikisahkan dalam buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto.
Sekitar 50 prajurit RPKAD yang baru saja mendarat di Papua langsung ditugaskan untuk menyerang Tentara Pembebasan Rakyat Papua.
Tanpa sempat istirahat, mereka langsung dikerahkan untuk menyerbu KKB Papua.
Ketika itu, salah satu pos koramil di Warmare diserbu oleh KKB Papua, menyebabkan satu dari enam orang anggota TNI yang mempertahankan pos gugur.
Pos itulah tempat pasukan kopassus yang baru tiba di Manokwari pada 6 Januari 1967 diperintahkan untuk melancarkan operasi.
Pasukan kopassus pimpinan Sintong Panjaitan tersebut menggempur KKB Papua yang tengah mengepung pos koramil Warmare.
Mereka bertempur secara frontal menghadapi KKB Papua.
KKB Papua pun berhasil dipukul mundur dari Warmare dan lima orang anggota TNI yang terkepung berhasil dibebaskan.
Meski begitu, pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan masih berlanjut.
Adalah Sarwo Edhie Wibowo, sosok Jenderal TNI Era Presiden Soeharto yang berhasil meredakan aksi teror KKB Papua pimpinan Lodewijk.
Itu terjadi ketika Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).
Untuk diketahui, Sarwo Edhie Wibowo merupakan ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sarwo Edhie Wibowo saat itu mau tak mau harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.
Bagaimana Sarwo Edhie Wibowo berhasil meredakan pemberontakan yang dimpimpin Lodewijk Mandatjan?
Rupanya, dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.
Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.
Penyebaran puluhan ribu pamflet dipilihnya untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih banyak.
Ia memerintahkan penyebaran pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.
"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.
Baca Juga: Sering Minum Es Saat Buka Puasa Bisa Sebabkan Sakit Tenggorokan, Ini Lima Obat Alaminya
Kemudian, tugas untuk menemui pimpinan KKB Papua itu diserahkan kepada perwira Kopassus Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky.
Tujuannya adalah membujuk agar Lodewijk Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.
Taksik Sarwo Edhie Wibowo bertujuan untuk menghindari pertumpahan darah lebih banyak, maka dua utusannya pun menemui pimpinan KKB tanpa membawa senjata.
Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.
Saat bertemu dengan Lodewijk Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."
Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.
Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan. Kemudian Kopassus tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.
Itulah strategi non tempur oleh Sarwo Edhie Wibowo yang berhasil diterapkan agar tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak dalam membekuk KKB Papua.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini