Intisari-online.com - Pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta ternyata paling menguntungkan China.
Setidaknya itulah yang diklaim oleh pengamat internasional.
Mengutip Anadolu Agency, ada kepentingan China di balik pertemuan pemimpin ASEAN dengan pemimpin junta militer.
Mereka yakin jika China menggunakan upaya ASEAN untuk mengurangi konflik di Myanmar.
Pengamat geopolitik di Universitas Teknologi Malaysia, Azmi Hassan, mengatakan meski China tidak terlibat langsung dalam mendorong pembicaraan itu, Menteri Luar Negeri Wang Yi telah meminta ASEAN memberikan solusi adil untuk krisis tersebut.
"China memiliki peran penting dalam pertemuan ini karena pengaruh China di Myanmar lebih besar daripada PBB.
"China mampu menekan rezim militer Myanmar jika hasil pertemuan sesuai dengan kepentingan China," ujar Hassan Jumat (23/4/2021).
Menurut Hassan, China ingin kekerasan di Myanmar untuk diselesaikan secepatnya.
Itulah sebabnya China mendukung pemimpin ASEAN melaksanakan pembicaraan karena jika situasi di Myanmar memburuk, hal itu mengganggu geopolitik China di komunitas internasional.
Seluruh situasi itu akan membuat China tampak salah di komunitas internasional karena dilihat sebagai pendukung rezim militer Myanmar.
"Negara-negara lain akan menyalahkan Beijing jika kekerasan di Myanmar terus meningkat," ujar Hassan.
Awal bulan ini, Menlu China Wang Yi bertemu dengan para Menlu ASEAN, Retno Marsudi, Hishamuddin Hussein dari Malaysia, Vivian Balakhrisnan dari Singapura dan Teodoro Locsin Jr. dari Filipina.
Selama pertemuan itu Wang mengatakan mendukung diplomat senior ASEAN itu untuk menyelesaikan krisis.
Secara spesifik ia menyebut inisiatif Presiden Jokowi mengupayakan pertemuan pemimpin ASEAN.
"Seperti Indonesia, China juga memiliki pandangan sama terkait pentingnya mengakhiri penggunaan pasukan dan kekerasan, yang membuat warga Myanmar semakin menderita," ujar Retno Marsudi.
Ramdhan Muhaimin peneliti hubungan internasional dari Universitas Al-Azhar Indonesia mengatakan China tidak ingin kehilangan hubungan baik dengan ASEAN baik secara bilateral maupun multilateral atas krisis Myanmar.
Lebih lagi, China ingin memperkuat pengaruhnya di wilayah itu terutama di Laut China Selatan.
"ASEAN adalah satu-satunya aktor kunci di Asia Tenggara yang dapat bekerja dengan China," ujar Muhaimin.
Sementara itu China yakin jika AS atau negara Eropa terapkan sanksi untuk Myanmar, hal itu hanya akan melemahkan Myanmar, sekutunya di Asia Tenggara.
"China masih memerlukan Myanmar dan legitimasi yang diperlukannya melalui ASEAN," jelasnya.
Namun Muhaimin khawatir jika situasi ini akan menaruh ASEAN dalam 'perempatan' antara mengakomodasi kepentingan berpengaruh China di wilayah, memprioritaskan solidaritasnya sebagai organisasi regional atau menemukan solusi efektif terhadap krsisi sehingga stabilitas politik wilayah dan keamanannya dipertahankan.
"Menurutku, ASEAN seharusnya mendengarkan aspirasi dari pihak non-junta di Myanmar, terutama pemerintah oposisi, yang diasingkan oleh rezim militer, atau kelompok pro-demokrasi," ujarnya.
Pada Juli 2019 investasi kumulatif China di Myanmar terhitung sebesar 25% dari investasi asing total Myanmar.
Menurut data Kementerian Perdagangan China itu, total impor dan ekspor antara dua negara hanyalah 11 miliar Dolar tahun 2004 tapi mencapai hampir 168 miliar Dolar pada 11 bulan pertama tahun 2019.
Shofwan Al Banna, peneliti hubungan internasional di Universitas Indonesia mengatakan jika China menggantungkan harapannya pada upaya ASEAN menyelesaikan krsisi Myanmar.
"Jika ASEAN tunjukkan hasil tidak jelas, mungkin mereka akan melakukan upaya mereka sendiri tanpa mengajak ASEAN," ujarnya.
Ia jelaskan China masih mempertimbangkan bagaimana cara merespon krisis Myanmar.
Lebih jauh lagi, China tidak ingin masalahnya meningkat, karena Myanmar adalah mitra perdagangan dan sekutu terdekat di Samudera Hindia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini