Intisari-online.com -Sejak kudeta militer diluncurkan di Myanmar 1 Februari lalu, keadaan negara itu kembali kacau.
Pengunjuk rasa mulai muncul di jalanan terdiri dari para warga anti-kudeta.
Mereka menuntut kudeta dihentikan dan calon pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi beserta pejabat lain untuk segera dibebaskan.
Namun unjuk rasa tidak hanya diberikan kepada pemerintah militer saja.
Dilaporkan dari Channel News Asia, ratusan pengunjuk rasa penentang kudeta militer Myanmar berdemo di kedutaan besar China.
Hal tersebut terjadi Yangon pada Kamis 11 Februari.
Para demonstran menuduh Beijing mendukung junta militer meskipun China terus menampiknya.
Salah satu papan pengunjuk rasa itu tertulis, "Dukung Myanmar, Jangan dukung diktator".
Salah satu pendemo mengatakan kepada media Myanmar: "Menteri-menteri China tampaknya bertingkah mendukung kudeta militer."
Sampai saat ini kedutaan besar China tidak segera berikan respon.
Rabu lalu kedutaan besar mengunggah pernyataan di Facebook menampik laporan di internet.
Laporan yang muncul berupa pesawat-pesawat China membawa para personil teknis.
Laporan itu ditampik dan mereka mengabarkan jika hanya penerbangan kargo biasa yang mengekspor dan mengimpor bahan makanan seperti seafood.
Namun hari Kamisnya halaman Facebook kedutaan China tidak bisa diakses.
Saat ditanya mengenai rumor jika China mengirimkan peralatan dan ahli IT ke Myanmar, juru bicara menteri luar negeri China Wang Wenbin mengatakan belum pernah mendengar hal tersebut.
"Telah ada informasi palsu dan rumor mengenai China terkait isu Myanmar," ujarnya.
Baca Juga: Myanmar Memanas, Tak Ingin Pemerintahan Militer Berkuasa Demonstrasi Lawan Militer pun Berlanjut
Ia kemudian menambahkan China mengikuti situasi itu dengan seksama dan berharap semua partai akan bertahan untuk mempertahankan negara dan stabilitasnya.
China dicurigai terlibat dalam kudeta Myanmar karena beberapa hal yang terlihat signifikan.
China memiliki kepentingan ekonomi dan strategi.
Mereka juga sering mendukung Myanmar di hadapan negara-negara Barat yang mengkiritiknya.
Saat negara-negara Barat telah mengecam kudeta 1 Februari, China tidak demikian.
Mereka lebih berhati-hati, menekankan pentingnya stabilitas.
Beberapa media negara China menyebutkan jika kudeta militer itu sebagai "reshuffle kabinet".
China, meski begitu, setuju dengan pernyataan Dewan Keamanan PBB.
Mereka meminta agar Aung San Suu Kyi dibebaskan beserta tahanan lainnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini