Penulis
Intisari-Online.com -Sejak militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil dan mengumumkan keadaan darurat pada Senin (1/2/2021), rupanya sejumlah tindakan dilakukan rezim militer baru.
Selain menjadi sorotan dunia, aksi kudeta itu pun telah mendapat reaksi penolakan dari berbagai pihak di Myanmar.
Dokter, guru, hingga dosen melakukan kampanye untuk melawan kudeta tersebut.
Kampanye pembangkangan sipil juga mulai menyebar ke kalangan pelajar, kelompok pemuda, dan bahkan beberapa pekerja.
Sementara terjadi keributan tersebut, rezim militer baru, dikabarkan menyumbangkan sejumlah uang dan makanan kepada ribuan Muslim Rohingya di tempat pengungsian.
Muslim Rohingya telah didorong melintasi perbatasan selama kampanye militer brutal pada 2016-2017, dan sebagian dari mereka tetap tinggal di Myanmar.
Tindakan apa saja yang telah diambil oleh rezim militer baru?
Melansir asiantimes.com (9/2/2021), Tak lama setelah menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis, rezim militer baru mengirimkan surat kepada pemerintah Bangladesh melalui duta besarnya di Myanmar untuk menjelaskan alasan kudeta tersebut.
Mereka menjelaskan tentang tuduhan penipuan pada pemilu November 2020, di mana partai Aung Suu Kyi , Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menang dengan gemilang.
Dikatakan, dalam surat yang isinya belum dipublikasikan secara lengkap itu, rezim militer juga menyebutkan kemungkinan solusi untuk menyelesaikan krisis Rohingya.
Hal itu mendorong Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen, yang dikutip oleh Dhaka Tribune pada 6 Februari, mengatakan “Ini adalah kabar baik. Ini awal yang bagus. ”
Kemudian, di dalam negara bagian Rakhine Myanmar, beberapa komandan militer lokal telah mengunjungi daerah berpenduduk Muslim di dekat perbatasan Bangladesh dan sebuah kamp untuk pengungsi Rohingya di ibu kota negara bagian Sittwe.
Menurut laporan United News Bangladesh (UNB) 5 Februari, para komandan berbicara dengan para tetua Rohingya.
Mereka menyumbangkan 500.000 kyat Myanmar (US $ 350) dan makanan untuk masjid di Aung Mingalar Quarter di mana ribuan pengungsi internal (IDP) telah mendekam sejak kerusuhan komunal antara Muslim dan Buddha pada tahun 2012.
Kunjungan militer juga dilaporkan terjadi di Maungdaw, kota negara bagian Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh.
Para komandan dilaporkan memberi tahu Rohingya hal yang sama, bahwa bukan militer, melainkan Suu Kyi yang harus disalahkan atas eksodus besar- besaran mereka dari Myanmar ke Bangladesh pada 2017.
Belum jelas apakah Rohingya menganggap serius klaim tersebut. Namun selama ini diyakini, apa yang terjadi pada 2017 adalah kampanye militer di mana Suu Kyi, atau pemimpin sipil terpilih lainnya, tidak memiliki pengaruh mengingat militer mengendalikan pertahanan, urusan perbatasan, dan kementerian dalam negeri.
Namun, laporan UNB menyatakan bahwa Rohingya di kamp-kamp yang penuh sesak di Cox's Bazar Bangladesh sangat gembira atas berita jatuhnya Suu Kyi.
Laporan serupa juga muncul di media Bangladesh lainnya.
Pihak berwenang Bangladesh sendiri telah menyerahkan daftar 840.000 Rohingya ke Myanmar untuk verifikasi kewarganegaraan, tetapi hanya 5% dari mereka, atau 42.000, yang telah diverifikasi oleh Myanmar dan hampir tidak ada yang dapat kembali karena masalah keamanan yang masih ada, menurut asiantimes.com.
Bangladesh, yang takut akan radikalisasi di antara para pengungsi muda yang gelisah dan aktivitas geng kriminal di antara mereka, hingga kini telah memindahkan 5.300 pengungsi dari kamp-kamp yang penuh sesak dan padat di dekat Cox's Bazar ke Bhasan Char.
Sementara para analis yang berbasis di Yangon berpendapat, bahwa sebagian dari tipu muslihat militer mengatakan mereka yang menentang pengambilalihan militer dan kebijakannya dapat dicap "rasis" atau "Islamofobia".
Termasuk jika mereka mencela militer karena menyarankan pemulangan komunitas yang menurut mayoritas warga Myanmar merupakan imigran ilegal dari Bangladesh.
Mengenai peran China, Bangladesh telah menggantungkan harapannya pada bantuan Beijing untuk menemukan solusi bagi krisis pengungsi. Menteri Luar Negeri bangladesh, Abdul Momen, berbicara kepada wartawan Bangladesh pada 3 Februari, “Kami memiliki kepercayaan di China.Mereka telah maju untuk mengambil inisiatif dan beberapa kemajuan telah dibuat."
Baca Juga: Israel Perlu Khawatir, Akankah Suriah Kembali Bangkit Membangun Kembali Kekaisaran Senjata Kimianya?
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari