Intisari-online.com - Seperti kita tahu China memang cukup memiliki hubungan luar negeri dengan Myanmar.
Namun, sejak kudeta yang dilakukan oleh Militer Myanmar ternyata sejumlah perjanjian yang dilakukan dengan China terkena imbasnya.
Sejumlah pejabat tinggi pemerintah, investor China pun khawatir jika hal itu berimbas besar.
Menurut 24h.com.vn, pada Kamis (4/2/21), pada Rabu (3/2), surat kabar SCMP, melaporkan bahwa pemerintah Myanmar pada malam 2 Februari akan melakukan pergantian pejabat.
Banyak pejabat tinggi dari banyak kementerian yang ditunjuk oleh pemerintah pemimpin Aun San Suu Kyi, yang terkena dampak.
Kementerian keuangan, kerja sama internasional, hubungan ekonomi, urusan internal dan diplomasi terkena dampaknya.
Menurut Yin Yihang, seorang peneliti urusan Myanmar di Taihe Institute China, beberapa pejabat dipecat terlibat dalam negosiasi dengan investor China.
Hal ini jelas merugikan investor China.
"Banyak pejabat yang dipecat telah atau terlibat dalam kerja sama ekonomi dengan Beijing," kata Yin
"Itu berarti bahwa beberapa kesepakatan ekonomi mungkin harus dirundingkan ulang dan ini membuat investor China putus asa," kata Yin.
Salah satu proyek bersama terbesar antara Myanmar dan China adalah rel kereta api.
Menghubungkan Mandalay kota terbesar kedua di Myanmar dengan Kyaukpyu sebuah kota pesisir di Myanmar, tempat stasiun terminal pipa minyak dan gas.
Pembangunan itu bisa meluas hingga ke provinsi Yunnan, China.
Rencana kerja sama juga sedang berlangsung di proyek pelabuhan laut dalam yang didanai China dan beberapa proyek industri di kota Kyaukpyu.
Dalam beberapa pekan terakhir, China dan Myanmar telah menandatangani nota kesepahaman untuk penelitian tentang Koridor Ekonomi China-Myanmar.
Menghubungkan provinsi Yunnan, China, dengan kota Kyaukpyu dan akhirnya menghubungkan dengan kawasan, Samudera Hindia.
Namun kerja sama itu bisa saja kandas sejak militer Myanmar menguasai negara itu.
Militer Myanmar menolak menerima hasil pemilu November 2020 dan melancarkan kudeta.
Keadaan darurat diumumkan setidaknya selama satu tahun, sampai pemilihan baru diadakan.
Menurut peneliti Yin, hal ini bisa jadi merupakan penundaan proyek kerja sama antara Myanmar dan China.
"Investasi China di Myanmar kemungkinan akan menurun secara bertahap dalam jangka pendek. Sementara itu," Kata Yin.
"Pemerintah China dan perusahaan akan melihat lebih dekat proyek-proyek mendatang di negara Asia Tenggara. Saya tidak berpikir Beijing akan meningkatkan proyek-proyek besar di Myanmar pada titik ini," ujar Yin.
China dan Myanmar telah lama menikmati hubungan ekonomi dan diplomatik yang erat.
Beijing adalah salah satu dari sedikit sumber investasi asing di Myanmar setelah Barat memberlakukan sanksi perdagangan dan keuangan pada akhir 1980-an.
Pada tahun 2010, Myanmar menerapkan serangkaian reformasi politik dan ekonomi, termasuk pembebasan pemimpin Suu Kyi setelah 15 tahun menjalani tahanan rumah.
Sanksi Barat juga telah dikurangi, dan Myanmar telah menarik arus masuk investasi asing yang signifikan, terutama dari China, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Asia Tenggara.
Tetapi investor China tersandung pada tahun 2011 ketika proyek pembangkit listrik tenaga air Myitsone senilai 3,6 miliar dollar AS yang didukung Beijing ditangguhkan karena masalah lingkungan.
"Sejak itu, investor China kurang tertarik berinvestasi di Myanmar," kata Yin.
Menurut Departemen Umum Investasi dan Manajemen Myanmar, negara Asia Tenggara ini menerima investasi sebesar 4,35 miliar dollar AAS dari China antara tahun 2011 dan 2012.
Namun angka ini turun tajam menjadi hanya 231 juta dollar AS pada tahun fiskal berikutnya.