Intisari-online.com - Pada 1 Februari 2021, militer Myanmar berhasil menguasai negaranya sendiri setelah melakukan kudeta.
Upaya kudeta ini berhasil menggulingkan pemerintah yang berkuasa, untuk sementara dikuasai militer.
Seperti yang diketahui, kudeta tersebut dilakukan karena ketidakpercayaan militer pada pemilu November 2020.
Diduga ada kecurangan dalam pemilu tersebut sehingga membuat partai NLD mendapat suara 85%, sehingga militer melakukan kudeta.
Namun, sejak kudeta tersebut berhasil merebut kekuasan di Myanmar, banyak tekanan dialamatkan ke Militer Myanmar.
Tak hanya itu saja, belakangan China pun juga terseret ke dalam masalah kudeta tersebut, yang mengatakan bahwa China dituduh membantu militer Myanmar melakukan kudeta.
Menurut Reuters pada Kamis (4/2/210), banyak spekulasi yang menunjukkan bahwa China membantu militer Myanmar melakukan kudeta.
Namun, China membantah tuduhan yang mengatakan bahwa mereka membantu kudeta militer di Myanmar secara diam-diam.
"Spekulasi seperti itu tidak benar,"kata Vuong Van Ban, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
"Cina adalah tetangga yang ramah bagi Myanmar," katanya.
"Kami selalu ingin pihak-pihak di Myanmar menyelesaikan perselisihan dengan tindakan yang tepat, menjaga ketertiban dan stabilitas sosial," imbuhnya.
Sebelumnya, Reuters mengutip sumber yang mengatakan bahwa China meminta lebih banyak waktu untuk membahas masalah Myanmar.
Hal itu mencegah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan bersama tentang kudeta tersebut meskipun mengadakan pertemuan darurat.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengunjungi Myanmar.
Wang bertemu dengan Gubernur Jenderal Min Aung Hlaing, yang memegang kekuasaan tertinggi di Myanmar setelah kudeta.
Menurut sumber Reuters, Gubernur Jenderal Aung Hlaing berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Wang Yi tentang kekhawatiran kecurangan pemilu.
Namun saat ditanya masalah itu, Vuong Van Ban tidak menanggapi pernyataan itu.
Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan bahwa kudeta itu sesuai dengan hukum ketika pemerintah sipil tidak menanggapi militer atas tuduhan kecurangan pemilu.
Selama pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Inggris menyusun draf, menyerukan pemulihan internasional pemerintah sipil di Myanmar.
Namun draf pernyataan bersama tersebut tidak disetujui oleh China, sehingga tidak bisa diumumkan.
Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan AS mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Selasa (2/2).
Mereka menyerukan tentara Myanmar untuk membebaskan para pemimpin yang ditahan.
Pada 3 Maret, tentara Myanmar mengumumkan pembentukan Dewan Administrasi Nasional, badan untuk menggantikan sementara pemerintah lama.
Gubernur Aung Hlaing menjabat sebagai Ketua Dewan baru.
Sedangkan Dewan Administrasi Nasional Myanmar terdiri dari 11 pejabat,sebagian besar dari mereka adalah anggota militer negara ini.
Pasal 419 Konstitusi Myanmar menetapkan bahwa Panglima Angkatan Darat memegang kekuasaan tertinggi di legislatif, eksekutif dan yudikatif, setelah dialihkan kendali negara.