Advertorial
Intisari-online.com -Pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta 24 April mendatang merupakan pertemuan unik.
Pasalnya, pertemuan ini akan khusus membahas kudeta militer Myanmar.
Meski Indonesia bukan ketua ASEAN, tapi Presiden Joko Widodo meminta izin mengadakan pertemuan istimewa ini di Gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta.
Pemimpin Singapura, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam telah mengkonfirmasi kehadiran di pertemuan pada 24 April besok.
Namun pemimpin Thailand, Prayut Chan-o-cha, disebutkan tidak akan menghadirinya.
Ia hanya akan diwakilkan oleh Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai.
Selain Prayut, pemimpin Filipina Rodrigo Duterte juga menyatakan ia akan absen dalam pertemuan itu dengan alasan kekhawatiran kasus Covid-19 semakin melonjak.
Pertemuan diyakini akan membahas krisis politik di Myanmar, setelah berminggu-minggu upaya oleh beberapa negara anggota ASEAN terutama Indonesia diluncurkan untuk menangani masalah regional.
Sementara pemerintah Thailand tidak mengabarkan alasan absennya Prayut, banyak yang bisa membaca situasinya.
Hal ini dianggap menjadi tanda jika mantan jenderal yang memimpin kudeta melawan pemerintahan terpilih Thailand 2014 tidak mau dengan tegas melawan aksi kudeta militer.
Lebih-lebih, Tatmadaw atau militer Myanmar memiliki hubungan dekat dengan militer Thailand, Royal Thai Army.
Apapun yang terjadi, pertemuan ini menandai pencapaian penting ASEAN.
Hal ini menandai kesadaran jika krisis Myanmar berisiko berdampak wilayah tidak hanya dalam masalah meningkatnya gelombang pengungsi dan ekspansi konflik ekonomi Myanmar, tapi juga dalam hal kredibilitas ASEAN dan berdirinya ASEAN di mata mitra internasional.
Mantan Sekretaris Permanan Menteri Luar Negeri Thailand mengatakan, pertemuan menandai 'pertama kalinya ASEAN mengadakan pertemuan di tingkat tinggi untuk menangani secara prinsip situasi yang mengkhawatirkan negara anggota'.
Junta militer telah menewaskan sebanyak setidaknya 738 warga, termasuk anak-anak.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB jika peran ASEAN "jauh lebih penting daripada sebelumnya," dan mendesak "aktor regional untuk meningkatkan pengaruh mereka guna mencegah kerusakan lebih parah dan menemukan cara damai menyelesaikan masalah ini."
Namun resolusi yang sukses memerlukan persatuan di negara anggota ASEAN yang selama ini tidak bersatu.
Ade Padmo Sarwono, perwakilan permanan Indonesia untuk ASEAN mengatakan jika pertemuan itu kemungkinan akan fokus ke respon kemanusiaan krisis itu.
Juga pada gencatan kekerasan untuk membuka jalan negosiasi.
"Semua anggota ASEAN khawatir mengenai situasi kemanusiaan di Myanmar saat ini," ujar Sarwono.
"Kita perlu memiliki situasi di mana semua pihak mampu duduk bersama.
"Kita perlu menghentikan kekerasan dan provokasi untuk membuat situasi konduktif untuk dialog."
"Inklusi Min Aung Hlaing oleh ASEAN meminjamkan legitimasi tidak sah kepada Dewan Administratif Negara buatan junta atas pemerintah terpilih Myanmar," ujar kelompok Human Rights Watch di AS.
Walau ada niat baik bagi ASEAN berbicara dengan pemerintah junta, mengundang musuh politik Tatmadaw ke pertemuan khusus bisa membuat junta marah, menutup semua kemungkinan jika militer Myanmar bersedia diajak bicara.
Hal ini menggambarkan kebutaan ASEAN, mencari cara membuka negosiasi antara dua belah pihak yang sama-sama tidak punya kepentingan berkompromi.
Maklum saja, hanya sedikit di kubu pro-demokrasi yang tampaknya bersedia menyerahkan apapun kepada pemerintah Tatmadaw yang dibenci.
Sementara itu tindakan kekerasan Min Aung Hlaing dan kroninya menunjukkan kebalikan dari kompromi.
Tantangan selanjutnya bagi ASEAN untuk membangun jalan negosiasi adalah menghindari "menerima situasi di Myanmar dengan ikhlas".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini