Setelah Bulan Lalu Merugi Besar Akibat Sanksi Berat dari AS, Junta Militer Myanmar dan Dua Raksasa BUMN Kini Kena Hukuman Berat Lagi, Ini Sumbernya

Maymunah Nasution

Penulis

jadi penyebab kudeta Myanmar, militer Myanmar termasuk kelompok militer teraneh di dunia, punya tiga dasar ini untuk tidak percaya rakyatnya

Intisari-online.com -Semenjak menggulingkan pemerintahan resmi awal Februari lalu, junta militer Myanmar sudah mendapat kecaman dari banyak negara.

Tidak hanya menahan para pejabat pemerintah resmi, junta militer juga menewaskan ratusan warga Myanmar yang berani melawan mereka.

Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Joe Biden telah memberi sanksi kepada junta militer.

Tidak hanya kepada pelaku kudeta, sanksi juga diterapkan kepada perusahaan militer Myanmar yang terlibat dalam junta militer.

Baca Juga: Negaranya Kini Bak Medan Perang, Mendadak Pemimpin Kudeta Militer Myamnar Sambangi Indonesia,Tak Disangka Ternyata Myanmar Sangat Menyukai Indonesia,Begini Alasannya

Kini, junta militer dihadapkan lagi pada sanksi dari negara lain.

Dilansir dari Reuters, Uni Eropa Senin kemarin memberikan hukuman kepada para anggota junta militer yang terlibat dalam kudeta tanggal 1 Februari.

Selain para anggota junta, menteri informasi dan dua perusahaan yang dikelola oleh militer juga dihukum berat.

Dalam tanggapan paling tegas kepada pemerintahan Aung San Suu Kyi, Uni Eropa mengatakan 9 anggota junta Dewan Administrasi Negara (SAC), yang dibentuk sehari setelah kudeta, ditarget dengan seberondong hukuman.

Baca Juga: Tewaskan 728 Orang, Pemimpin Junta Militer Myanmar Min Aung Hlaing Akan ke Jakarta April 2021 Ini dalam Perjalanan Luar Negeri Pertamanya Sejak Kudeta 1 Februari

Mereka mendapatkan larangan bepergian dan asetnya pun dibekukan.

Hal ini juga berlaku kepada U Chit Naing, menteri informasi.

Keputusan itu pertama kali dilaporkan pada 8 Maret dan 15 April lalu.

Sementara itu kepala militer Myanmar Min Aung Hlaing dan Myint Swe, yang menjadi presiden sejak kudeta, dimasukkan daftar hitam oleh Uni Eropa bulan lalu.

Baca Juga: Bak Tak Cukup Tembaki para Demonstran dan Menyeret Mayatnya, Militer Myanmar Kini Ganti Peluru dengan Senjata yang Lebih Ganas, 80 Orang Tewas dalam Sekejap

Dewan Administrasi Negara Myanmar "bertanggungjawab atas hancurnya demokrasi danundang-undang," seperti dikatakan Uni Eropa dalam Jurnal Resmi mereka.

"Pasukan militer dan otoritas yang beroperasi di bawah kelola SAC telah melanggar HAM dengan serius sejak 1 Februari 2021, membunuh warga sipil dan pengunjuk rasa tidak bersenjata," lanjut mereka.

Sementara itu dua perusahaan yang juga dikenai hukuman adalah perusahaan yang mengumpulkan uang bagi junta militer.

Uni Eropa juga menerapkan embargo senjata di Myanmar.

Baca Juga: Diburu Militer Myanmar Sejak Lama, 'Biksu' Terseksi dan Tertampan di Dunia Ini Ditangkap Saat Sakit Parah, Apa Kesalahannya?

Dua perusahaan itu antara lain Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC).

Investor dan bank Uni Eropa tidak diperbolehkan berbisnis dengan mereka.

Sebelumnya, kelompok HAM telah meminta mereka untuk dikenai hukuman.

"MEHL dan anak perusahaannya mengumpulkan keuntungan (untuk militer), sehingga berkontribusi dengan kemampuannya merusak demokrasi dan undang-undang dan pelanggaran HAM serius di Myanmar," ujar Uni Eropa.

Baca Juga: Kelompok Bersenjata Myanmar Mulai Menuntut Balas Atas Tewasnya Ratusan Pengunjuk Rasa, 10 Polisi Myanmar Tewas dalam Serangan Tentara Etnis

Tuntutan yang sama juga diberikan ke MEC.

Dua perusahaaan itu menguasai seluruh ekonomi dari tambang dan manufaktur sampai makanan dan minuman serta hotel, komunikasi dan perbankan.

Mereka menjadi pembayar pajak terbesar Myanmar dan mencari kemitraan dengan perusahaan asing ketika Myanmar membuka diri saat pembebasan demokrasinya.

Seperti negara barat lain, Uni Eropa juga menuntut dikembalikannya kepemimpinan sipil.

Baca Juga: Dengar Namanya Saja Sudah Bikin Bergidik, Negara-negara Ini akan Jadi 'Teman' Myanmar Jika Resmi Jadi Negara Gagal, Bahkan Label Negara Miskin Masih Terasa Lebih Baik

Kudeta itu telah menyebabkan Myanmar memasuki krisis setelah 10 tahun langkah mereka memasuki demokrasi.

Tambahan lagi dengan protes setiap hari, mogok kerja oleh para buruh di berbagai sektor sudah melumpuhkan ekonomi negara itu.

Sebuah kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners, mengatakan pasukan keamanan telah membunuh 715 pengunjuk rasa sejak penggulingan pemerintahan Suu Kyi.

Artikel Terkait