Minyak buah merah dipakai untuk memasak, mengingat minyak goreng di belantara Jayawijaya merupakan barang langka dan mahal.
Bila stok lebih, minyak itu disimpan dalam bumbung bambu dan bisa bertahan sampai satu tahun.
Ampasnya dipakai untuk pakan babi, binatang yang bisa menaikkan status sosial mereka.
Namun, sejak akhir 2002, tanaman yang dibaptis dengan nama Pandanus conoideus ini kemudian secara mendadak menjadi terkenal bak selebriti.
Konon, buah yang bentuknya mirip gada, senjata milik Bima dalam pewayangan ini berkhasiat sebagai obat bagi segala macam penyakit.
Menurut seorang dosen di Universitas Cendrawasih, Jayapura, buah tanaman endemik Papua ini bisa menyembuhkan kanker, HIV/AIDS, dan beberapa penyakit degeneratif lain yang siap mencabut nyawa.
Akibatnya, para penderita penyakit parah yang sudah bosan dengan obat dari dokter pun beramai-ramai memburu minyak herbal ini.
Ada yang benar-benar butuh, iseng, untung-untungan, bahkan nekat.
Harga buah merah pun lantas melambung tinggi. Sepuluh tahun lalu (sekitar 1996) harganya paling-paling senilai ‘uang merah’ lama (uang kertas senilai Rp100,-).
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR