Intisari-online.com - Papua atau dulunya dikenal sebagai Irian Barat merupakan salah satu wilayah resmi Indonesia.
Sebagai salah satu provinsi paling Timur di Indonesia, wilayah ini pernah diperebutkan Belanda pada masa lalu.
Saat itu Indonesia, melacarkan sebuah operasi berama Operasi Trikora, untuk membebaskan Iria Barat dari tangan Belanda.
Pada 1949, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, dalam Perjanjian Pengakuan Kedaulatan.
Namun, Belanda enggan melepaskan Irian Barat, dan mengatakan akan membicarakan Irian Barat setelah pengakuan kedaulatan.
Setahun berlalu, Belanda masih menolak melepas Irian Barat, yaitu tahun 1950.
Dengan alasan, wilayah ini merupakan tanah yang kaya akan sumber daya alam, khusunya bidang pertambangan.
Mengetahui hal itu, Presiden Soekarno tak tinggal diam, dan mendapatkan dukungan untuk merebut Irian Barat dari negara-negara Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955.
Sementara Belanda mencari dukungan khusus dari Amerika agar Irian Barat tetap digenggamannya.
Menjelang 1960, tak ada perkembangan positif, PBB yang turun tangan juga belum memberikan hasil.
Alhasil, Presiden Soekarno memutuskan hubungan diplomatik pada Belanda tahu 1961, dan mempersiapkan operasi militer.
Presiden memerintahkan operasi Trikora (Tri Komando Rakyat), untuk membangkitkan semangat rakyat.
15 Januari 1962 pertempuran pecah, di Laut Arafuru, Irian Barat, dengan gugurnya Pahlawan Nasional Yos Sudarso.
Nah, dalam operasi ini, ada desas-desus dua negara yang berada di belakang Indonesia, namun secara diam-diam.
Jika Indonesia menang, mereka akan mendapatkan keuntungan dari Irian Barat.
Menurut Wpik.org, Uni Soviet dan Amerika adalah dua negara yang dirumorkan ini, namun sedikit yang tahu alasan Uni Soviet dituduhkan dalam prahara ini.
Laporan mengatakan, Uni Soviet memberikan dukungan penuh militer Indonesia dalam operasi tersebut, untuk mendapatkan keuntungan soal Papua.
Namun, fakta yang diperoleh dari situs tersebut mengatakan, Uni Soviet tidak tertarik dengan Irian Barat.
Mereka bahkan tidak tahu soal kekayaan alam, mineral, yang diketahui oleh pengusaha Amerika.
Sementara Washington, telah mendanai operasi militer Indonesia sejak 1949.
Pada 1957, Jenderal Nasution meminta 650 juta dollar AS pada Amerika, namun mereka menolak.
Kemudian, meminta pada Moskow 250 juta dollar AS, dan mereka memberikanya, namun pada 1958 Washington kembali mendanai militer Indonesia.
Memang ada senjata Soviet dan AS di Indonesia, tapi Sukarno tidak peduli orang kulit putih mana yang memberinya bantuan pada saat itu.
Sementara Moskow seperti Washington, mereka hanya menginginkan pengaruh ideologis.
Perang Dingin dijadikan cover story bagi Amerika Serikat untuk memaksa Belanda menjual Irian Barat kepada Indonesia sebagai koloni.