Intisari-Online.com -Presiden AS Joe Biden berencana menarik semua pasukan AS yang saat ini dikerahkan ke Afghanistan pada 11 September 2021.
Ini yang akan menandai 20 tahun sejak serangan teroris 11 September 2001.
Invasi AS ke Afghanistan, yang kemudian disebut Operation Enduring Freedom, diluncurkan pada Oktober 2001. Tepatnya hanya beberapa minggu setelah serangan 11 September di World Trade Center.
Tujuan misi ini adalah untuk menghancurkan kelompok teror yang berpihak pada Taliban di balik serangan tersebut, Al-Qaeda, dan pemimpinnya Osama Bin Laden.
Pasukan AS membunuh bin Laden dalam serangan 2011 selama masa jabatan pertama Barack Obama. Tetapi pemerintahannya tidak berhasil mengakhiri kehadiran pasukan AS di negara itu.
Saat ini, AS memiliki sekitar 2.500 tentara yang dikerahkan ke negara itu, sebagai pasukan tambahan dari pasukan sekutu AS yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Secara keseluruhan, lebih dari 2.300 anggota tentara Amerika telah tewas di Afghanistan sejak perang dimulai pada 2001.
Pada Rabu (14/4/2021), NATO mengumumkan mereka juga berencana untuk menarik pasukan sekutunya dari Afghanistan bersama AS.
Menanggapi keputusan terbaru pemerintah AS untuk menarik pasukan dari Afganistan, mantan Presiden AS Barack Obama memberi komentar.
Obama memuji "kepemimpinan berani" Presiden AS Joe Biden, dalam mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri perang AS di Afghanistan.
Perang ini terjadi berlarut-larut selama hampir dua dekade dan berlangsung di banyak beberapa kepemimpinan pemerintahan AS.
"Saya sekarang adalah presiden Amerika keempat yang memimpin kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan," kata Biden dalam sambutannya Rabu (14/4/2021) di Ruang Perjanjian Gedung Putih mengumumkan langkah itu.
Presiden ke-45 AS itu bersumpah "tidak akan meneruskan tanggung jawab ini kepada yang kelima."
Menurutnya, meski tidak terlibat terlibat di Afghanistan secara militer, pekerjaan diplomatik dan kemanusiaan AS akan terus berjalan. Tujuannya untuk mendukung pasukan keamanan Afghanistan dan orang-orang melawan Taliban.
"Ini merupakan perjuangan yang panjang dan sulit di Afghanistan, berakar pada tanggapan kami terhadap serangan teroris paling mematikan di tanah air AS dalam sejarah kami," kata Obama melansir Business Insider.
Obama mengatakan pasukan dan pekerja diplomatik "dapat bangga atas upaya mereka untuk memberikan keadilan bagi 9/11, menghancurkan tempat berlindung al Qaeda. Termasuk melatih Pasukan Keamanan Afghanistan, serta mendukung rakyat Afghanistan di saat bersamaan.”
Dalam memoarnya pada 2020, "A Promised Land," Obama menulis bahwa "relatif mudah menemukan jalan keluar untuk Irak. Namun kondisinya sangat berbeda untuk Afghanistan."
"Tidak seperti perang di Irak, bagi saya perang di Afghanistan selalu tampak diperlukan," tulisnya.
Obama menceritakan bagaimana, pada awal masa kepresidenannya pada 2009. Dia diminta untuk mengesahkan permintaan dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional untuk penempatan 30.000 tentara AS, yang pertama kali diajukan di bawah pemerintahan Bush.
Dari semua pejabat tinggi dalam pemerintahannya, Obama mengatakan "hanya Joe Biden yang menyuarakan keraguannya" untuk menyetujui penambahan pasukan dalam pertemuan di Situation Room.
Obama bahkan mengatakan bahwa Biden "melihat Afghanistan sebagai rawa berbahaya."
Di akhir pertemuan, Obama mengatakan Biden mengatakan kepadanya: "Dengarkan saya, bos. Mungkin saya sudah terlalu lama di pemerintahan ini, tetapi satu hal yang saya tahu adalah, ketika para jenderal ini mencoba untuk bersaing dengan presiden baru."
"Jangan biarkan mereka mengganggu Anda," tambahnya.
Obama menilai akan ada tantangan yang sangat sulit lebih lanjut di depan di Afghanistan. Untuk itu, AS harus tetap terlibat secara diplomatis dan berupaya membangun, untuk mendukung rakyat Afghanistan. Terutama bagi mereka yang telah mengambil risiko luar biasa atas nama hak asasi manusia.
"Tetapi setelah hampir dua dekade menempatkan pasukan kami dalam bahaya, sekarang saatnya untuk mengakui bahwa kami telah mencapai semua yang kami bisa secara militer, dan bahwa inilah saatnya untuk membawa pulang pasukan kami yang tersisa."