Intisari-Online.com - Kini sudah ratusan pengunjuk rasa yang tewas karena kerasnya militer Myanmar dalam menanggapinya, namun Jenderal Myanmar malah salahkan pengunjuk rasa.
"Ini bukan kudeta," kata Mayjen Zaw Min Tun dari aula ibu kota, Naypiywdaw, kota tempat para jenderal Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih, seperti yang dilansir dari CNN pada Kamis (8/3/2021).
Dalam wawancara 1 jam dengan CNN, juru bicara junta militer itu bersikeras mempertahankan narasi bahwa para jenderal hanya "menjaga" negara ketika mereka menyelidiki pemilihan umum yang "curang".
Sementara, sedikitnya 600 orang tewas dibunuh di jalan-jalan Myanmar disebutnya adalah kesalahan dari pengunjuk rasa dalam "kerusuhan".
Dalam suatu pernyataan, Zaw Min Tun mengatakan, jika ayah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Aung San, yang mendirikan militer modern negara, dapat melihat situasinya sekarang, dia akan berkata, "Kamu benar-benar bodoh, anak perempuanku."
Wawancara CNN ini berlangsung selama sepekan di kota terbesar Myanmar, Yangon dan Naypiydaw dari 31 Maret hingga 6 april, dengan pengawasan ketat militer.
Ketika kekerasan meningkat, sekitar selusin kelompok bersenjata mengutuk pembuat kudeta sebagai tidak sah dan berjanji untuk mendukung para pengunjuk rasa.
Dan kini kelompok bersenjata itu tampaknya mulai memenuhi janjinya.
Melansir Al Jazeera, Sabtu (10/4/2021), aliansi tentara etnis di Myanmar yang menentang tindakan keras militer terhadap protes anti kudeta telah menyerang sebuah kantor polisi di timur negara itu.
Serangan itu menewaskan sedikitnya 10 polisi, menurut media lokal.
Kantor polisi di Naungmon di negara bagian Shan diserang pada Sabtu pagi oleh pejuang dari aliansi yang mencakup Tentara Arakan, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang dan Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, lapor media.
Shan News mengatakan sedikitnya 10 polisi tewas, sedangkan outlet berita Shwe Phee Myay menyebutkan jumlah korban tewas 14.
Belum ada komentar langsung dari militer.
Tony Cheng dari Al Jazeera mencatat bahwa pasukan etnis tersebut adalah yang tertua di dunia, yang telah bertempur dengan pasukan pemerintah pusat selama beberapa dekade.
“Sejak kudeta (1 Februari), ada banyak pembicaraan tentang kelompok bersenjata yang beroperasi bersama tapi kami belum pernah melihatnya sebelumnya. Hari ini diklaim tiga orang bertindak bersama, bergabung, menyerang pos terdepan ini yang diawaki oleh polisi Myanmar, menewaskan sejumlah polisi,” kata Cheng.