Advertorial
Intisari-online.com -Baru-baru ini dunia direpotkan dengan kapal raksasa bernama Ever Given yang memblokir Terusan Suez.
Kapal itu tidak bisa bergerak dan kanal macet selama hampir sepekan.
Ternyata kapal kontainer itu dimiliki perusahaan Jepang Shoe Kisen Kaisha.
Kemudian kapal disewa perusahaan pelayaran asal Taiwan, Evergreen Marine.
Kapal itu sendiri berbendera Panama.
Hal ini kemudian menjadi pertanyaan baru mengapa kapal-kapal besar yang beroperasi di lima samudera menggunakan bendera negara Panama.
Bahkan meskipun perusahaan pemilik kapal berasal dari berbagai negara.
Tak pandang bulu apakah itu kapal kargo, kapal minyak, kapal ikan, sampai kapal pesiar.
Mudah ditemukan kapal-kapal di perairan seluruh dunia berbendera Panama.
Kenapa demikian?
Dilansir dari BBC, Senin (5/4/2020), Panama sebenarnya hanya sebuah negara kecil dengan pepulasi hanya berjumlah kurang lebih 3 juta penduduk.
Namun meski negara kecil dan tak banyak berperan signifikan dalam ekonomi global, jumlah kapal yang terdaftar di Panama masih lebih besar dari gabungan armada kapal-kapal dari dua negara dengan ekonomi terbesar dunia, China dan Amerika Serikat (AS).
Surganya pemilik kapal
Secara geografis, wilayah Panama yang memanjang dengan garis pantai panjang yang secara alamiah menjadikannya sebagai negara maritim.
Terlebih, posisinya berada di antara Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik.
Negara itu juga memiliki kanal yang disebut Terusan Panama, sebuah kanal yang operasinya paling rumit di dunia dengan sistem kunci dam.
Di Terusan Panama, setiap tahun sekitar 14.000 kapal diangkat dari atas laut ke sebuah bendungan atau dam, untuk kemudian berlayar ke lautan lain di seberangnya.
Namun bukan Terusan Panama atau letak geografisnya yang menjadikan negara itu jadi pilihan bagi banyak pemilik kapal untuk mendaftarkan armadanya.
Banyak perusahaan-perusahaan pelayaran memilih Panama karena demi menghindari peraturan ketat yang diberlakukan di negara asalnya.
Panama adalah sedikit negara di dunia yang menjalankan peraturan bernama open registry.
Artinya, pemerintah negara itu menawarkan beberapa keuntungan bagi pemilik kapal mana pun asalkan mau mendaftarkan kapalnya di Panama.
Selain itu, open registry bisa menerima pendaftaran kapal meski pemilik aslinya berada di luar Panama.
Pendaftaran kapal di Panama bahkan sangat mudah dan seluruhnya bisa diproses dengan kilat secara online.
Cukup membayar biaya pendaftaran, beres.
Berdasarkan hukum laut internasional, setiap kapal harus terdaftar di suatu negara, entah negara mana pun dan sesuai peraturan, tak harus sama dengan perusahaan pemilik kapal.
Panama memanfaatkan celah aturan itu dengan baik.
Pemerintah Panama juga menawarkan pembebasan pajak penghasilan bagi kapal-kapal yang terdaftar di negaranya, meski itu terdengar tidak fair untuk semua negara.
Daya tarik lainnya, Panama merupakan negara yang membayar tenaga kerja yang cukup murah.
Baca Juga: ILO Prediksi Krisis Pasar Tenaga Kerja akan Dibarengi Ketidakpastian dan Ketimpangan dalam Pemulihan
Aturan ketenagakerjaan ini yang juga berlaku untuk kapal-kapal Panama.
Itu sebabnya, untuk efisiensi, banyak kapal-kapal milik negara maju seperti Jepang atau Korea Selatan menggunakan bendera Panama.
Artinya, dengan mendaftarkan kapalnya di Panama, mereka berdalih tak terikat dengan aturan perburuhan upah minimum dan jaminan sosial di negara asalnya.
Aturan open registry ini sebenarnya bukan tanpa perdebatan.
Beberapa negara di dunia sebenarnya sudah geram dengan praktik ini.
Namun sebagaimana praktik negara surga pajak di sektor keuangan, open registry tetap bertahan hingga saat ini meskipun dihujani berbagai kritik dan penolakan negara-negara lain.
Sebagai perbandingan, jumlah kapal berbendera Panama yang mengarungi lautan di seluruh dunia berjumlah sekitar 8.600 armada.
Jumlah ini masih lebih besar dari gabungan armada kapal terdaftar di AS yakni sebanyak sekitar 3.400 kapal dan 3.700 kapal.
Karena kebijakan keringanan pajak itulah Panama menjadi negara surga pajak, dan akibatnya berkembang kasus "Panama Papers" yang bahkan dulunya dikait-kaitkan dengan Sandiaga Uno.
Sandiaga sendiri membenarkan jikaPT Saratoga Investama Sedaya Tbk, perusahaan yang ia pimpin sebelum terjun ke politik, memiliki sejumlah perusahaan offshore seperti yang disebutkan "Panama Papers".
"Dalam proses investasi itu, sangat lazim menggunakan fasilitas firma hukum di luar, yang saya bisa pastikan tidak ada hukum yang dilanggar. Kewajiban pajak selalu dipenuhi selama saya pimpin," kata Sandiaga di Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Sandi menjelaskan bahwa perusahaannya mendirikan perusahaan offshore karena iklim investasi di Indonesia belum memadai seperti di negara-negara yang sering disebut tax haven.
Ia menyebut sejumlah keuntungan menggunakan jasa Mossack Fonseca ialah seperti proses perizinan yang cepat dan hukum yang pasti di negara tempat perusahaan terdaftar.
"Tujuannya (mendirikan perusahaan offshore) menciptakan lapangan kerja dan supaya bisa berinvestasi di Indonesia. Kenapa Indonesia enggak bikin kawasan ekonomi khusus sehingga para investor tidak khawatir terhadap kepastian hukum," ujarnya.
Sandi tidak menyebut detail perusahaan offshore yang dimiliki Saratoga, tetapi sedang meminta data dari Corporate Secretary Saratoga.
"Saya belum lihat lagi (nama perusahaan), sedang minta teman di bidang hukum untuk memeriksa," katanya.
Sandiaga Uno menjadi salah satu nama yang tercatat dalam "Panama Papers" sebagai direktur dan pemegang saham dari Goldwater Company Limited, Attica Finance Ltd, Pinfefields Holdings Limited, Velodrome Worldwide, Sun Global Energy Inc, Finewest Capital Ventures Ltd, Alberta Capital Partners Ltd, Mac-Pacific Capital Inc, Netpoint Investments Ltd, dan Fleur Enterprises Ltd.
Perusahaan-perusahaan tersebut beralamat di British Virgin Island dan Seychelles serta terdaftar menjadi klien Mossack Fonseca antara 1 Juli 2002 sampai 28 Mei 2009.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini