Kontrak-kontrak itu juga mengandung "klausul kerahasiaan dengan cakupan luas dan tidak lazim,” tulis para peneliti.
"Kebanyakan kontrak itu mengandung atau mencantumkan janji debitur untuk merahasiakan perjanjian.”
"Warga di negara peminjam tidak bisa mengawasi pemerintahnya dalam perjanjian utang rahasia.”
Dalam perjanjian itu, China bisa membatalkan kontrak jika tidak setuju dengan kebijakan politik negara peminjam, atau dalam kasus memburuknya hubungan diplomasi.
Studi itu juga menemukan bahwa 30 persen kontrak utang China mensyaratkan negara peminjam untuk menyimpan uang jaminan di bank milik pemerintah China.
Praktik pinjaman gelap dari China dikhawatirkan akan marak menyusul krisis ekonomi yang dipicu pandemi corona.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR