Advertorial
Intisari-online.com -Persaingan dua negara besar Amerika Serikat (AS) dengan China untuk menjadi negara adidaya tidak hanya di bidang geopolitik saja.
Rupanya hal itu dengan segera merembet ke persaingan bidang industri dan ekonomi.
Mengutip South China Morning Post (SCMP), rencana China menjadi pusat pabrik pesawat terbang dapat dengan mudah digagalkan AS.
AS telah menerapkan kontrol ekspor untuk produk industri aviasi, saat ketegangan antara Beijing dan Washington tunjukkan tanda tidak akan reda meskipun sudah ada administrasi baru.
Perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar telah berubah menjadi pertempuran supremasi teknologi, yang kemudian merembet ke sektor aviasi dalam 2 tahun terakhir.
Di tengah ketakutan jika kompetisi global AS dapat dikompromikan dan teknologi kritis dapat jatuh ke tangan militer China, Washington telah menarget perusahaan-perusahaan China, termasuk perusahaan di industri pesawat terbang.
Mereka diberi sanksi tidak dapat membeli produk buatan AS.
Hal ini karena AS takut teknologi tersebut akan dijiplak China.
"Untuk saat ini administrasi Biden belum meringankan kontrol apapun, dan mungkin tidak akan pernah. Itu semua bergantung pada kondisi umum hubungan AS-China dan hasil peninjauan kebijakan yang berlangsung," ujar Scott Kennedy, penasihat senior dan wali di bisnis China dan ekonomi untuk Pusat Strategi dan Studi Internasional Washington.
Hal ini jelas memundurkan kemampuan China.
Padahal China memiliki harapan tinggi untuk jet penumpang C919 bentuk 'kurus' yang dirancang untuk menyaingi Boeing 737 dan Airbus A320.
Pesawat itu diharapkan menerima sertifikat laik terbang tahun ini.
Baca Juga: Gara-gara Senjata Pemusnah Massal Rusia, Perusahaan-perusahaan Ini Masuk Daftar Hitam AS
Meski begitu pabrik pesawat itu, perusahaan negara Commercial Aircraft Corporation of China (Comac), ternyata ditambahkan ke daftar hitam oleh Departemen Pertahanan AS Januari lalu.
Daftar hitam adalah sederet perusahaan China yang dicurigai menjadi perusahaan militer China.
Dengan perintah eksekutif langsung dari mantan Presiden Donald Trump tahun lalu, firma AS tidak bisa berinvestasi di perusahaan-perusahaan itu.
Menurut Richard Aboulafia, wakil presiden analisis di konsultan pertahanan dan aviasi Teal Group, mengatakan jika AS tidak seharusnya melihat Comac dan China sebagai pesaing.
"Aku malah berpikir AS tidak seharusnya melihat Comac, dan China, sebagai pesaing produsen pesawat terbang," ujarnya.
"Tapi aku juga berpikir ada banyak pejabat pemerintah As yang ingin kesempatan tampak tangguh di isu perdagangan, dan dalam isu kepemilikan intelektual, dengan China.
"Beberapa juga melihatnya sebagai kesempatan agara Administrasi Aviasi Sipil China (CAAC) agar setidaknya mendiskusikan kondisi untuk resertifikasi 737 MAX."
Bisnis Boeing di China dan kembali mengudaranya 737 MAX telah semakin rumit dengan tumbuhnya ketegangan antara Beijing dan Washington.
China adalah negara pertama yang menggudangkan MAX tahun Maret 2019 lalu setelah dua kecelakaan yang membunuh 346 penumpang.
CAAC belum memberikan jadwal untuk pesawat itu kembali mengudara di China.
China sendiri adalah pengimpor produk aviasi AS dalam jumlah besar dan telah bergantung besar-besaran dengan komponen AS untuk C919 mereka.
Kini perusahaan manufaktur AS khawatir China dapat mencari alternatif dengan pemerintah AS mengetatkan pembelian onderdil pesawat itu.
Laporan dirilis Februari oleh United Stated Chamber of Commerce, kelompok lobby fokus pada bisnis milik AS, mengatakan pemerintah As telah membuatnya "semakin sulit bagi bisnis AS untuk mendapatkan lisensi ekspor untuk menjual produk multifungsi untuk pelanggan China", menciptakan "ketidakpastian yang sulit ditangani firma AS" dan membuat pelanggan China memilih mengganti suplier AS.
Produk multifungsi disebut sebagai barang dan teknologi yang memiliki penggunaan sipil dan militer.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini