Sakit Hati China Setelah Disanksi Masalah Muslim Uighur Terbalaskan, Negeri Tirai Bambu Berlakukan Sanksi Balasan pada Pihak-pihak Ini

Tatik Ariyani

Penulis

Presiden China Xi Jinping - China dikabarkan akan menyerbu Taiwan pada 3 November 2020.

Intisari-Online.com -Pada tanggal 22 Maret, AS, Inggris, Kanada dan Uni Eropa mengambil "tindakan terkoordinasi" terhadap China untuk mengirimkan "pesan yang jelas tentang pelanggaran dan perlakuan kejam hak asasi manusia" terhadap minoritas Muslim Uighur.

Sanksi tersebut memasukkan mantan pejabat dan pejabat saat ini ke dalam daftar hitam di Xinjiang atas dugaan pelanggaran.

Aktivis dan pakar hak asasi PBB mengatakan setidaknya satu juta Muslim telah dipenjara di kamp-kamp di Xinjiang.

Para aktivis dan beberapa politisi Barat menuduh China menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi.

Baca Juga: Meski Mati-matian Lindungi Taiwan dari China, Pakar Khawatir AS Tetap Akan Kalah karena Karena China Miliki Keunggulan Ini

China berulang kali membantah semua tuduhan pelecehan, dengan mengatakan kamp-kampnya menawarkan pelatihan kejuruan dan diperlukan untuk melawan ekstremisme.

Kementerian luar negeri China juga menuduh AS dan Kanada menjatuhkan sanksi "berdasarkan rumor dan disinformasi".

Sebagai upaya pembalasan, China pun kemudian memberlakukan sanksi pada individu dan entitas yang terlibat.

Melansir Al Jazeera, Sabtu (27/3/2021), sanksi pemerintah China menargetkan tiga individu dan satu entitas dari Kanada dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Lakukan Teror ke Taiwan, 20 Pesawat Militer China Terungkap Telah Nyelonong Masuk keWilayah Ini, Ternyata Pulau Sengketa Ini yang Jadi Incarannya

China telah mengumumkan sanksi terhadap dua pejabat AS yakni seorang anggota parlemen Kanada dan subkomite parlemen Kanada.

Sanksi tersebut diberlakukan sebagai tanggapan atas "tindakan terkoordinasi" yang diambil oleh kedua negara pekan lalu atas perlakuan Beijing terhadap minoritas Muslim Uighur.

Beijing telah menolak sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada atas apa yang mereka katakan sebagai pelanggaran hak terhadap warga Uighur dan minoritas Turki lainnya di wilayah Xinjiang barat negara itu.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu, kementerian luar negeri China mengatakan akan mengambil tindakan terhadap ketua dan wakil ketua Komisi Penasihat Pemerintah AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), Gayle Manchin dan Tony Perkins.

Tindakan itu juga termasuk memberi sanksi kepada anggota parlemen Kanada Michael Chong, kritikus urusan luar negeri Partai Konservatif dan wakil ketua Komite Tetap Urusan Luar Negeri dan Pembangunan Internasional (FAAE), serta Sub-komite FAAE untuk Hak Asasi Manusia Internasional.

Sub-komite itu memiliki delapan anggota dan bulan ini menyajikan laporan yang menyimpulkan bahwa kekejaman telah dilakukan di Xinjiang yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

Baca Juga: Indonesia Patut Bersyukur, Negara Tetangga Ini Hanya Punya 500 Dokter untuk 9 Juta Warganya Sebelum Pandemi Covid-19 Menyerang, Begini Keadaan Mengenaskan Setelah Diserang Virus Corona

Konservatif Kanada juga memelopori dorongan bulan lalu untuk meloloskan mosi parlementer simbolis yang menggambarkan perlakuan China terhadap Uighur sebagai genosida.

"Pemerintah China dengan tegas bertekad untuk menjaga kedaulatan nasionalnya, kepentingan keamanan dan pembangunan, dan mendesak pihak terkait untuk memahami dengan jelas situasi dan memperbaiki kesalahan mereka," kata kementerian luar negeri China dalam sebuah pernyataan.

“Mereka harus menghentikan manipulasi politik pada masalah terkait Xinjiang, berhenti mencampuri urusan internal China dalam bentuk apa pun dan menahan diri untuk tidak melangkah lebih jauh ke jalan yang salah.

"Jika tidak, jari mereka akan terbakar," tambahnya.

Orang-orang yang disanksi China tersebut dilarang memasuki daratan Tiongkok, Hong Kong dan Makau, kata kementerian tersebut.

Warga serta institusi Tiongkok juga dilarang melakukan bisnis dengan ketiga individu tersebut atau melakukan pertukaran apa pun dengan subkomite.

Baca Juga: Lakukan Olah TKP Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar, Polisi Temukan Banyak Paku Berserakan dengan Jarak Sekitar 100 Meter, Jelas Ada Unsur Bom Rakitan

Dalam sebuah tweet pada hari Sabtu, Chong mengatakan dia menganggap sanksi itu "lencana kehormatan".

“Kita yang hidup bebas dalam demokrasi di bawah supremasi hukum harus berbicara untuk mereka yang tidak bersuara,” tulisnya.

Sementar itu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengecam sanksi tersebut.

Trudeau mengatakan di Twitter langkah-langkah itu adalah "serangan terhadap transparansi dan kebebasan berekspresi" dan mengatakan pemerintahnya "bersama dengan anggota parlemen menentang tindakan yang tidak dapat diterima ini".

Blinken mengatakan sanksi itu "tidak berdasar".

“Upaya Beijing untuk mengintimidasi dan membungkam mereka yang berbicara tentang hak asasi manusia dan kebebasan fundamental hanya berkontribusi pada meningkatnya pengawasan internasional terhadap genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung di Xinjiang,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Sanksi hari Sabtu datang setelah China juga memberlakukan sanksi pembalasan terhadap individu dan organisasi di Inggris yang dikatakan "dengan jahat" menyebarkan "kebohongan dan disinformasi" tentang situasi di Xinjiang.

Artikel Terkait