Penulis
Intisari-online.com -Pertama kalinya, warga Papua Nugini mengatakan rumah sakit di Papua Nugini ditutup dan tidak menerima pasien.
Hal itu disebabkan karena semua RS kewalahan dan penuh.
Dilansir dari CNN, Reva-Lou Reva mengatakan, "Ini sangat menakutkan, mengetahui tidak ada fasilitas kesehatan dibuka, atau sangat terbatas dan Anda tidak bisa mengaksesnya karena larangan."
Sampai saat ini, Papua Nugini berhasil mempertahankan angka pasien virus Corona dengan baik.
Akhir Februari lalu tercatat hanya ada 1.275 kasus yang dilaporkan menurut data Universitas Johns Hopkins.
Namun setelah bulan lalu, kasus meningkat tiga kali lipat.
Papua Nugini kini melaporkan setidaknya 4660 kasus Covid-19 dan 39 kematian terkait.
Tentu saja angka itu kecil dibandingkan angka pasien di Indonesia dan negara lain, tapi penambahan kasus sebanyak 560 infeksi baru rupanya sudah menyebabkan Papua Nugini lumpuh.
Pemerintah mengatakan hanya ada sekitar 500 dokter untuk total populasi kira-kira 9 juta warga.
Pada saat kondisi yang terbaik pun sistem kesehatan negara itu begitu rentan, kini Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memperingatkan Papua Nugini berada di ambang kelumpuhan.
Tingkat pengujian penduduk yang rendah berarti juga kasus di Papua Nugini jauh lebih banyak daripada yang sudah tercatat, sesuatu yang sudah diakui oleh pemerintah.
Sementara itu banyak warga masih terpapar hoax dan informasi palsu sehingga banyak yang tidak menganggap ancaman ini serius.
Kasus ini bisa menjadi lebih buruk saat warga umat Kristen pulang kampung (mudik) untuk Paskah,
"Krisis kesehatan Papua Nugini telah mencapai tingkat yang kita takuti akan terjadi setahun lalu dengan lonjakan kasus," ujar peneliti Amnesti Internasional Pasifik awal bulan ini.
"Kombinasi sistem kesehatan yang sakit dan kondisi hidup tidak memadai telah menciptakan badai sempurna bagi Covid-19.
Wabah Covid-19 di Papua Nugini
Hampir setahun, Papua Nugini tampaknya menangani wabah dengan baik.
Negara itu mengkonfirmasi kasus pertamanya pada 20 Maret tahun lalu, yaitu seorang pria yang bepergian dari Spanyol.
Dalam dua hari, Perdana Menteri mengumumkan status darurat lalu menghentikan semua penerbangan yang datang dan penerbangan domestik, dan membatasi perjalanan antar provinsi.
Pengamat dan pemerintah khawatir jika wabah di Papua Nugini bisa menjadi bencana.
"Negara kami tidak punya sistem kesehatan yang mampu melindungi warga dalam waktu darurat dengan ancaman virus Corona masuk dan menyebar di negara kami," ujar Perdana Menteri James Marape katakan di Parlemen pada 2 April.
Saat itu, ia mengatakan Papua Nugini hanya memiliki 500 dokter, dan perawat yang lebih sedikit dari angka 4000, pekerja kesehatan masyarakat di bawah 3000 dan hanya 5000 ranjang RS.
"Kapasitas kesehatan yang sudah ada tidak cukup untuk melawan," tambahnya.
Papua Nugini memang satu dari sekian negara dengan perbandingan dokter per 1000 orang sangat rendah.
Menurut angka World Bank 2018, negara itu hanya memiliki 0.07 dokter per 1000 orang, di bawah rata-rata 2017 antara Kepulauan Pasifik kecil (0.5), rata-rata dunia 2017 (1.6) atau rata-rata AS 2017 (2.6).
Untuk sementara waktu, penanganan Papua Nugini tampaknya berhasil.
Sampai Februari tahun ini negara itu mencapai angka 1000 kasus.
Namun dikhawatirkan kasus Covid-19 terjadi di bawah radar dan tidak disadari orang-orang, ujar Justine McMahon, direktur negara Papua Nugini untuk CARE.
"Sudah ada sejak berbulan-bulan lamanya," ujar McMahon.
Wanita itu menambahkan jika sampai sebulan lalu, warga cukup bertentangan mengenai pandemi Covid-19, tapi ada "rasa gentar yang tumbuh di mana saja."
Indonesia dicurigai membawa tambahan kasus ke Papua Nugini meskipun pejabat sudah mengatakan jika perbatasan kedua negara ditutup.
Sampai saat ini menurut laporan situasi kesehatan dari WHO untuk minggu pertama bulan Maret, di beberapa fasilitas sekitar negara itu lebih dari 30% hasil tes virus Corona di Papua Nugini tunjukkan positif.
Di RS Rita Flynn, satu dari dua RS besar di ibukota, hampir 40% tes menunjukkan hasil positif.
Hasil tes yang tinggi tunjukkan tidak semua kasus terdeteksi, sebelumnya WHO sarankan pemerintah menghindari membuka kembali negara itu sampai tingkat positivitas mencapai 5% atau di bawahnya.
Namun beberapa tempat di Papua Nugini ternyata tidak punya kemampuan tes sama sekali.
Kasus ini juga diperparah dengan jumlah pekerja medis yang sudah terpapar virus Corona yang menyebabkan mereka tidak bisa bekerja.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini