Intisari-Online.com -Rabu (10/3/2021), Menteri Sosial Tri Rismaharini (Mensos Risma) datang menemui Orang Rimba di Desa Jelutih, Kabupaten Batanghari Jambi.
Mensos Risma khusus datang untuk melihat perekaman data kependudukan Orang Rimba di balai desa dan melakukan kunjungan lapangan dadakan ke rumah (sudong) Orang Rimba.
"Awalnya mereka menolak. Adat melarang para perempuan difoto," kata Manager Komunikasi Warsi Jambi Sukma Reni melalui pesan singkat, (15/3/2021).
Seperti diketahui, tradisi Orang Rimba melarang para perempuan untuk difoto, baik saat sendiri maupun di tempat umum.
Tradisi ini membuat proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Orang Rimba di Jambi jadi terhambat.
Butuh lobi khusus agar perempuan Orang Rimba boleh difoto, dalam rangka perekaman data kependudukan tersebut.
Kelompok Orang Rimba Sungai Terap misalnya, sampai melakukan rapat adat untuk memutuskan untuk membolehkan perempuan Orang Rimba difoto, untuk data perekaman kependudukan itu.
Pelarangan memfoto perempuan dengan alasan dalam diri perempuan itu banyak dewa yang menyertainya. Jika difoto atau terekam kamera menurut keyakinan Orang Rimba dewanya bisa pergi.
Risiko yang muncul setelah dewa pergi, maka para perempuan itu tidak memiliki penjaga, sehingga bisa sakit bahkan sampai meninggal dunia.
Tumenggung Ngalembo, pimpinan Orang Rimba, mengatakan,"Dewo banyak tinggal di perempuan. Kalau difoto nanti dewo marah. Kalau marah perempuan itu bisa sakit atau sampe meninggal dunia." sebut Ngalembo.
Makanya aturan Orang Rimba dengan keras melarang orang luar menfoto Orang Rimba. Hukuman terberat dalam menfoto Orang Rimba itu, (mati dibangun).
"Denda ini diberlakukan kalau sampai ada korban meninggal dunia. Itu dendanya 600 bidang kain. Itu pun harus melalui perundingan dulu," sebut Ngalembo.
Atas dasar itu, adat Orang Rimba melarang keras orang luar mengambil foto tanpa izin.
Apabila ada yang mengambil foto tanpa izin, maka akan diberlakukan denda adat dengan proses musyawarah adat.
Kalau sakit itu dendanya puluhan kain. Tapi kalau sampai meninggal dunia, karena difoto dendanya berat, bisa 600 bidang kain," kata Reni lagi.
Untuk itu, Warsi sangat menjaga foto maupun gambar perempuan rimba. Jangan sampai tersebar luas ke publik.
Kaget saat rombongan Risma ada yang mau ambil foto
Reni menceritakan saat kunjungan dadakan Mensos Risma ke lokasi sudong (rumah Orang Rimba), para perempuan banyak yang keberatan dan kaget karena banyak orang yang mau mengambil foto.
"Kita jelaskan kepada para tamu yang datang. Bahwa aturannya tidak boleh mengambil foto perempuan rimba," kata Reni menjelaskan.
Setelah tidak ada kamera, Mensos Risma pun langsung berbincang dengan para perempuan Orang Rimba.
Tidak hanya itu, dalam proses perekaman KTP milik Orang Rimba itu berundingnya sangat alot. Tiga tumenggung keberatan para perempuan diambil fotonya.
Reni bersama Direktur Jendral Catatan Sipil Kementraian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh pun menjelaskan pentingnya KTP.
Dengan adanya KTP, Orang Rimba bisa mengakses layanan publik berupa kesehatan, ekonomi dan pendidikan.
"Kita kasihan juga. Satu sisi menghormati kepercayaan dan tradisi Orang Rimba. Sisi lain, para perempuan itu banyak juga yang janda, jadi mereka juga berperan sebagai kepala keluarga," kata Reni.
Tumenggung Ngalembo, pimpinan Orang Rimba Terap mengucap terima kasih kepada pemerintah yang telah mengakui mereka sebagai warga negara, dengan memberikan Orang Rimba KTP.
"Kami senang. Dengan KTP, orang desa dapat bantuan, kami juga bisa dapat bantuan. Kami tidak berbeda lagi dengan warga lain," kata Ngalembo.
Pada akhirnya, semua perempuan dari kelompoknya, khusus untuk perekaman KTP boleh untuk difoto.
Padahal selama ini, kata Ngalembo perempuan Orang Rimba dibatasi berinteraksi dengan orang luar dan orang luar dilarang mengambil foto Orang Rimba tanpa izin.