China Ngotot Klaim 90 Persen Wilayah Laut China Selatan hingga Bersengketa dengan Banyak Negara, Rupanya Ada Alasan Ini di Baliknya

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Xi Jinping dan PLA. dengan tidak adanya penerus yang akan memimpin China, apakah Xi Jinping akan menjadi presiden China seumur hidup?
Xi Jinping dan PLA. dengan tidak adanya penerus yang akan memimpin China, apakah Xi Jinping akan menjadi presiden China seumur hidup?

Intisari-Online.com - Seorang ahli meyakini bahwa ada tiga alasan mengapa China begitu "gigih" mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan.

Perairan ini memotong Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan, Thailand, Vietnam bahkan Singapura.

China sendiri mengklaim memiliki sekitar 90% wilayah perairan, seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi.

Seorang ilmuwan dari Sasakawa Peace Foundation yang berbasis di Tokyo, Jepang, Bonji Ohara, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa Laut China Selatan adalah kunci keamanan China.

Baca Juga: Jalan Keluar Ditembok Hingga Sulit Keluar Rumah, Ini Aturan Hukum tentang Tanah Helikopter yang Bisa 'Dimanfaatkan' 4 Keluarga di Yogyakarta

Melansir Anadolu Agency, Ohara mengatakan ada tiga alasan mengapa China getol mengeklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan.

Pertama, Laut China Selatan penting untuk patroli strategis kapal selam rudal balistik nuklir.

Akses tersebut diperlukan untuk dapat memasuki Samudra Pasifik guna pencegahan terhadap invasi nuklir AS.

Kedua, Laut China Selatan akan berfungsi sebagai zona penyangga bagi China jika AS melakukan serangan militer terhadap China daratan.

Baca Juga: Apakah Serangan Gelombang Ketiga Direncanakan di Pearl Harbor? Rupanya Jepang Kaget Ketika Tak Temukan Kapal Induk Lain di Tempat Itu Bikin Mereka Tarik Mundur Lagi Pasukannya

Ketiga, sektor transportasi laut China membutuhkan jalur laut.

Sedangkan Laut Cina Selatan menyumbang setidaknya sepertiga dari perdagangan maritim global.

Ohara mengatakan, AS dan China secara teratur saling menuduh terlibat dalam tindakan "destabilisasi" di Laut China Selatan, terutama di Selat Taiwan.

“Negeri Panda” biasanya menyebut “destabilisasi” di Laut China Selatan sebagai ancaman terhadap kedaulatannya.

Baca Juga: Tarik Dana Rp1,7 Miliar di Bank tapi Gelagapan saat Ditanya Petugas, Pemuda Ini Akhirnya Pasrah Diseret ke Kantor Polisi, Kejahatannya Terbongkar

Sementara itu, cadangan minyak dan gas alam yang sangat besar dilaporkan berada di bawah dasar Laut China Selatan.

Perairan itu juga merupakan tempat penangkapan ikan yang penting untuk ketahanan pangan.

"China paham akan masalah Laut China Selatan dan dapat mengontrol persaingan bilateral dengan AS,” kata Ohara.

Dia menambahkan, di sisi lain China khawatir bahwa AS dan sekutunya mungkin menahan Beijing dari Samudra Pasifik, Laut China Selatan, dan Samudra Hindia.

Baca Juga: 'Ini Adalah Ruang Neraka,' Teriak Tentara yang Menyiksa Demonstran Myanmar Setelah Menyuruh Mereka Berlutut Saling Berhadapan

Untuk melawan pengaruh China yang meluas di kawasan Asia-Pasifik, AS telah menyatukan Australia, Jepang, dan India di bawah pembicaraan Quadrilateral Security Dialogue atau Dialog Keamanan Segi Empat.

Quadrilateral Security Dialogue merupakan sebuah forum strategis informal untuk pertukaran informasi dan latihan militer antar-anggota.

Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda menolak klaim China atas haknya di Laut China Selatan.

Pengadilan mengatakan bahwa klaim China atas hak China di sepanjang sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum, dan Beijing telah menggunakan ini sebagai dasar.

Baca Juga: Kisah Werner Goering, Pilot Pembom AS, Karena Namanya Sendiri Jadi Incaran FBI yang Hampir Membunuhnya Gegara Namanya Mirip dengan Petinggi Nazi

(*)

Artikel Terkait