Advertorial
Intisari-online.com - Sebagai orang nomor 1 di Amerika, Joe Biden memiliki peran penting dalam menjalankan politik luar negeri AS.
Di mana sebelumnya, posisi ini dijalankan oleh Presiden Donald Trump, yang dinilai sangat kuat dalam memberi tekanan ke China.
Sejak digantikan Joe Biden, diprediksi akan ada perubahan politik dari Amerika ke China, namun nyatanya tidak demikian.
Amerika justru semakin ganas dalam menekan China, hal ini menunjukkan bahwa Amerika memang santimen terhadap China.
Menurut 24h.com.vn, Sabtu (20/2/21), Joe Biden bahkan peringatkan untuk bersiap untuk berperang dengan China dalam jangka panjang.
Pada 19 Februari, dalam pidatonya, tentang kebijakan luar negeri.
Presiden AS Joe Biden meminta Uni Eropa (UE), dan AS untuk mempersiapkan strategi perang jangka panjang dengan Amerika.
Ini dianggap sebagai salah satu tanda, paling jelas dari sikap keras dari pemerintahan Washington yang baru terhadap Beijing.
"Amerika Serikat, Eropa dan Asia, bekerja sama untuk memastikan kedamaian dan melindungi nilai-nilai bersama dan mempromosikan kemakmuran bersama di Pasifik, ini akan menjadi upaya AS paling efektif," kata Biden.
"Persaingan dengan China akan menjadi sengit," tambahnya, sekaligus menegaskan bahwa AS dan sekutunya di Eropa memiliki kewajiban untuk membela demokrasi dunia.
Pidato Biden datang kurang dari sebulan setelah dia menjabat saat hubungan AS-China tetap beku setelah empat tahun dalam masa jabatan pendahulunya Donald Trump .
"AS dan UE harus mempersiapkan persaingan strategis jangka panjang dengan China" ujar Biden menekankan.
Selain itu, Biden juga menjelaskan bahwa kebijakan AS terhadap China akan berbeda.
"Kita harus mengusir paksaan dan pelanggaran ekonomi China yang merusak dasar-dasar sistem ekonomi internasional," katanya.
Perusahaan China harus mematuhi standar transparan yang sama dengan perusahaan Amerika dan Eropa, tegasnya.
Selama minggu-minggu pertama pemerintahan baru.
Para pengamat di China telah mengamati dengan cermat setiap petunjuk tentang bagaimana Washington dapat digunakan untuk menangani Beijing di bawah Biden.
Sebelum pidato Biden, Perwakilan Michael McCaul, pejabat tinggi Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS.
Meminta presiden untuk "bertindak berani dan bermakna" untuk memaksa pemerintah China bertanggung jawab.
"Teguran keras dan pembicaraan tidak lagi cukup," kata McCaul dalam sebuah pernyataan.
Pada saat yang sama, dia mengatakan bahwa sekutu AS masih waspada terhadap Washington setelah empat tahun kebijakan "America First" Trump, yang mempersulit sekutu untuk merundingkan kembali perjanjian, perdagangan, dan meningkatkan pembagian beban militer.
Analis mengatakan pidato presiden AS mencerminkan sikap yang semakin keras di AS.
Sementara di tempat lain bahwa banyak kebijakan Beijing di bawah Presiden Xi Jinping telah menjadi berbahaya.
Mengenai masalah kebijakan luar negeri yang mendesak, Biden telah menunjukkan bahwa pemerintahannya akan menuju ke arah yang sama sekali berbeda dari pendahulunya.
Pada 18 Februari, pemerintah AS mengatakan negara itu terbuka untuk kemungkinan melanjutkan pembicaraan diplomatik dengan Iran mengenai program nuklirnya yang kontroversial.
Sementara itu, Biden memilih Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya sehari kemudian.