Intisari-Online.com - Pemerintahan Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengisyaratkan kesediaannya untuk kembali ke perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Biden hanya tinggal menunggu kepatuhan Iranpadaketentuannya.
Termasuk pengurangan dramatis dalam kegiatan pengayaan uraniumnya.
Teheran menegaskan Washington harus mencabut sanksi ilegalnya terlebih dahulu.
Baca Juga: Sesuai Saran Dokter, Begini Cara Menghilangkan Kutil yang Paling Tepat
Lalu apa yang akan dilakukan Israel?
Kita tahu Israel telah bersekutu dengan AS pada era pemerintahan Donald Trump.
Dan sejak lama Israel dikenal bermusuhan dengan Iran.
Nah, terkait kasus ini, Israel memberi peringatan.
Di mana Israel dan AS akan berpisah jika pemerintahan Biden kembali ke kesepakatan nuklir denganIran.
Hal ini disampailah oleh Gilad Erdan, Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat.
"Kami tidak akan dapat menjadi bagian dari proses seperti itu jika pemerintahan baru kembali ke kesepakatan itu," kata Erdan, berbicara kepada Radio Angkatan Darat Israel seperti dilansir dari sputniknews.com pada Rabu (17/2/2021).
"Kami pikir jika Amerika Serikat kembali ke kesepakatan yang sama dengan yang telah ditariknya, semua pengaruhnya akan hilang," tambah diplomat itu.
“Pada dasarnya, saat AS mencabut sanksi, Iran tidak akan memiliki insentif nyata untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan yang benar-benar mampu mengesampingkan kemampuan nuklir,” dia menyarankan.
Israel berhasil melobi pemerintahan Trump untuk menarik diri dari JCPOA pada tahun 2018, dengan Washington memulihkan sanksi yang menghancurkan terhadap Republik Islam dan meningkatkan bentuk tekanan lainnya.
Iran pertama kali mendesak penandatangan kesepakatan yang tersisa untuk menghasilkan mekanisme.
Di mana tekanan sanksi dapat dikurangi dan ketika gagal, mulai meningkatkan kegiatan pengayaan uraniumnya di luar batas yang diuraikan dalam JCPOA.
Pada bulan Januari, Organisasi Energi Atom Iran mengumumkan bahwa mereka telah mulai memperkaya uranium hingga 20 persen di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow, melebihi batas 3,67 persen yang diuraikan dalam JCPOA.
Tingkat ini masih jauh di bawah pengayaan 90 persen yang disyaratkan agar uranium dapat dianggap sebagai tingkat senjata.
Iran bersikukuh bahwa mereka tidak berniat membuat bom nuklir, atau senjata pemusnah massal dalam bentuk apa pun.
Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei telah mengeluarkan fatwa (aturan agama) yang melarang pengembangan senjata semacam itu.
Tak hanya ingin membatalkan kerja sama dengan AS, Israel juga mengancam Iran.
Di manamantan Penasihat Keamanan Nasional Trump HR McMaster memperingatkan bahwa Israel dapat melancarkan serangan pendahuluan terhadap Iran.
Apalagi ada kecurigaan bahwaTel Aviv tengahmengembangkan senjata pemusnah massal.
Isu tersebut pernah muncul pada tahun 1981 saat ada serangan terhadap reaktor nuklir Osirak di Irak dan serangan tahun 2007 terhadap apa yang diklaim Israel sebagai fasilitas 'nuklir' di Suriah.
Sementara juru bicara Departemen Luar Negeri Iran mengatakan kepada CNN bahwa pemerintahan Biden akan mencoba menggunakan kesepakatan nuklir sebagai platform untuk menindaklanjuti perjanjian yang akan mengambil bidang lain yang menjadi perhatian.
Termasuk soal rudal balistik, dukungan untuk proxy Iran, dan masalah lain.
Sebab para pejabat Iran telah berulang kali memperingatkan bahwa kesepakatan nuklir tidak untuk negosiasi ulang, dan bahwa satu-satunya pilihan AS adalah kembali ke kesepakatan sebagaimana adanya.