Intisari-Online.com - Perundingan Roem-Royen merupakan salah satu upaya Indonesia menuju pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
Perundingan ini mengantarkan Indonesia dan Belanda ke Konferensi Meja Bundar (KMB).
Dalam perundingan Roem Royen, delegasi Indonesia diketuai oleh Mohamad Roem, sementara Belanda diwakili Herman Van Roijen (Royen).
Nama tokoh yang mewakili kedua negara itulah yang kemudian menjadi nama perjanjian tersebut.
Perjanjian yang dimulai pada 14 April 1949 ini baru mencapai kesepakatan dan ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Berlangsung kurang lebih selama 3 minggu, perundingan ini memaang berlangsung alot.
Bahkan, membuat dihadirkannya Wakil Presiden Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka atas usul UNCI.
Ketika perundingan ini berlangsung, Bung Hatta, Bung Karno, serta tokoh Bangsa Indonesia justru sedang diasingkan ke Pulau Bangka.
Itu terjadi setelah Agresi Militer Belanda tahun 1948 menyerang Ibu Kota
Republik Indonesia, pada waktu itu berada di Yogyakarta.
Buntut dari peristiwa tersebut; Soekarno, Hatta, serta para tokoh lainnya ditawan Belanda dan diterbangkan ke Muntok, Bangka Belitung, dengan alasan supaya terisolir dari pergaulan dunia internasional.
Para tokoh bangsa, saat masa pengasingannya tidak ditumpuk di satu lokasi saja, melainkan disebar di beberapa tempat. Beberapa di antaranya diasingkan bergantian dengan menggunakan lokasi yang sama.
Diasingkan sejak 22 Desember 1948, Soekarno dan Hatta, serta tokoh bangsa lainnya dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949 setelah ditandatangani perjanjian Roem-Royen.
Melansir Tribunnes.com, untuk Soekarno dan Hatta, ada dua tempat yang dijadikan pengasingannya di Muntok, yakni Wisma Ranggam dan Pesanggrahan Menumbing.
Kedua tempat bersejarah ini berada di Kota Muntok yang berjarak sekitar 130 km dari Kota Pangkalpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pesanggrahan Menumbing merupakan bangunan yang berada di puncak Bukit Menumbing.
Sementara itu, ketika menuju puncak bukit tersebut, di kaki bukit ada sebuah rumah besar yang kini disebut Wisma Ranggam. Ini adalah wisma untuk tamu yang memiliki belasan kamar.
Sementara Pesanggrahan Menumbing adalah sebuah bangunan permanen berbahan batu dan semen yang dicat warna putih. Bangunan ini mirip benteng yang menghadap langsung ke Pelabuhan Muntok.
Selain bangunan utama serupa benteng, juga terdapat sejumlah bangunan kecil yang berfungsi sebagai gudang dan pos jaga.
Di sekitar benteng terdapat banyak lembah yang curam.
Berada di puncak Gunung Menumbing berketinggian 445 meter di atas permukaan laut (mdpl), keberadaan Pesanggrahan Menumbing sangat terpencil.
Masuk ke dalam ruangan pesanggrahan, terdapat ruang tamu yang dulunya pada masa kolonial Belanda digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat lokal mengadakan syukuran peresmian gedung tersebut, sekitar tahun 1930.
Ruangan tempat Soekarno dan Hatta pernah tinggal itu, terbagi dua bagian. Pertama dari pintu kamar, terdapat ruangan berukuran sekitar 4x5 meter.
Di dinding tembok putih menghadap ke pintu kamar, sebuah meja dan kursi yang semakin usang termakan usia. Di meja inilah, Soekarno sering melakukan aktivitas menulis dan membaca.
Di sebelah kiri ruangan pertama, ada pintu yang menghubungkan kamar Soekarno. Ada dua ranjang masing-masing berukuran 1x2 meter terbuat dari kayu, berdekatan satu sama lain.
Pesanggrahan Menumbing sendiri disebut memiliki sekitar 30 kamar, sementara satu di antara kamar tersebut yang pernah disinggahi Soekarno kini dikeramatkan.
Kini Pesanggrahan Menumbing telah menjadi museum yang memperlihatkan benda-benda bersejarah.
Salah satu yang menarik dari peninggalan itu adalah, surat cinta Bung Karno pada istrinya Fatmawati.
Surat itu melampirkan gambar foto Bung Karno, sehari setelah diasingkan di Muntok.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari