Intisari-online.com - Pada Juli 2015, sebuah artikel ditulis oleh Eric Toussaint & Damient Millet, menyoroti Bank Dunia dan IMF dalam skenario menciptakan kebangkrutan di Indonesia.
Artikel tersebut berjudul, "Indonesia: History of a bankruptcy orchestrated by IMF and The World Bank." atau "Indonesia: Sejarah kebangkrutan yang diatur oleh IMF dan Bank Dunia."
Teks yang ditulis dari bagian buku yang diterbutkan VAK Mumbai, ditulis dalam bahasa Prancis, CADTM-Syllepse, Liege-Paris.
Dalam tulisan itu ada beberapa campur tangan Barat, termasuk Bank Dunia dan IMF dalam memberikan pengaruh keuangan ke Indonesia.
Semua tak lepas dari kekayaan tanah air yang begitu ketara, membuat banyak negara Barat begitu kaya akan sumber daya alam.
Indonesia memiliki hutan tropis kedua terbesar di dunia setelah Amazon, juga memiliki hasil pertanian seperti beras, karet, kopi, kakao, kedelai, minyat sawit, teh, dll.
Ada pula simpanan minyak bumi, gas alam, batu bara, hingga emas.
Hal itu tampaknya menjadi awal mula negara-negara barat mengincar Indonesia sebagai lumbung uang yang harus ditekan.
Dalam tulisan di CADTM, banyak faktor yang berkaitan dengan pinjaman luar negeri, yang diberikan oleh Bank Dunia dan IMF.
Termasuk yang disinggung adalah invasi ke Timor Timur yang dikatakan menjadi salah satu skenario Bank Dunia dan IMF.
Tahun 1975, setelah runtuhnya rezim Salazar, pemerintah dan tentara kolonial Portugis, yang masih menduduki Pulau Timor memutuskan untuk menarik diri dari koloni mereka.
Front Revolusioner Timor Timur Merdeka, yang melancarkan perjuangan bersenjata melawan pendudukan Portugis, mendeklarasikan wilayah itu merdeka.
Tapi satu bulan kemudian, pasukan militer Indonesia menyerbu pulau dan, pada tahun 1976, pemerintah Indonesia menyatakan Timor Timur provinsi ke-27 nya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk aneksasi ini dan terus memandang Portugal sebagai administrator teritorial resmi.
Namun, beberapa negara, termasuk AS, memberikan pengakuan de facto atas aneksasi tersebut.
Mereka berkepentingan agar cadangan minyak jatuh ke tangan Indonesia yang "lebih mudah dikontrol" daripada di bawah Portugal atau Timor Timur merdeka.
Pertempuran sengit pecah dan tentara Indonesia membunuh 100.000 orang dari populasi sekitar 750.000 jiwa.
Penindasan merupakan hal yang paling penting di pulau itu dan setiap protes akan bertemu dengan pembantaian lebih lanjut.
Pada tahun 1992, sub-komisi Hak Asasi Manusia PBB mengutuk Indonesia karena kebijakan penindasan di Timor Timur.
Namun, yang mengejutkan dari hal itu di baliknya adalah pinjaman Bank Dunia yang ternyata terus naik.
Pembantaian dan kekerasan ini tak menghalangi Bank Dunia untuk memberikan pinjaman kepada negara yang pemerintahannya secara terang-terangan melakukan penindasan yang kejam.
Lantas, apakah Bank Dunia menggunakan pinjamannya untuk memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Indonesia?
Tidak sama sekali, karena hibah pinjaman Bank Dunia kepada pemerintah Indonesia justru meningkat selama periode ini:
Memang tak dijelaskan dalam hal ini apa maksud Bank Dunia, namun kasus invasi ini diterbitkan dalam artikel tentang skenario kebangkrutan yang diatur Bank Dunia dan IMF.
Dalam hal ini bisa jadi Timor Timur adalah sasaran utama Bank Dunia menggunakan Indonesia, untuk menghancurkan negara yang kaya akan minyak tersebut.