Intisari-online.com -Baru-baru ini kapal penghancur rudal milik AS, USS Rafael Peralta telah berlabuh di pelabuhan barunya di Yokosuka pertama kalinya.
Rafael Peralta yang mulai bertugas tahun 2017 memiliki teknologi terbaru dalam sensor, komputer dan teknologi senjata, termasuk "Aegis Baseline 9".
Aegis Baseline 9 itu menghubungkan radar kapal SPY-1, sistem peluncuran vertikal dan rudal Standard Missile-3 permukaan ke udara.
Sistem gabungan itu bisa menyerang pesawat yang sewenang-wenang masuki wilayah mereka, dan juga kapal dan rudal balistik.
Kapal Baseline 9 Aegis sebelumnya harus memilih antara pertahanan udara dan pertahanan rudal balistik, sebuah pilihan fatal di usia ketika rudal anti-kapal tetap menjadi ancaman kuat yang selalu hadir di posisi rendah dan rudal balistik dapat menghancurkan kapal dari udara.
Kemampuan lebih selalu diterima AS. Para pembuat strategi bergantung pada hal tersebut.
Namun dari pandangan operasi dan strategi, pengiriman Rafael Peralta ke Jepang sangat penting karena menyediakan massa untuk Armada Ketujuh AS dan untuk armada gabungan AS-Jepang yang telah melawan angkatan laut China serta serangan udara dan rudal mereka.
Serta, sebagai master pengajaran strategi, jumlah tembakan lebih banyak di tempat peperangan memberikan status jelas siapa yang menang dan kalah.
Lawan yang lebih kuat di tempat dan waktu yang tepat bisa memenangkan pertempuran itu.
Jumlah pasukan dan senjata memang menjadi suplai penting di Pasifik Barat, tempat tentara China, People's Liberation Army (PLA) bisa mendukung kekuatan untuk armada Angkatan Laut PLA dengan pesawat pantai dan rudal-rudal mereka.
PLA dan angkatan lautnya bisa membuat Beijing lebih kuat di tempat-tempat tertentu di laut China dan jauh lebih banyak tempat lagi.
Kenyataannya mengutip The National Interest, Angkatan Laut PLA sudah melebihi jumlah pasukan Angkatan Laut AS secara keseluruhan.
Sementara itu, Armada Ketujuh, pasukan 'luar' dari Angkatan Laut AS tercatat memiliki 50-70 kapal semua tipe di bawah pengawasannya.
Perhitungan sebenarnya memang berdasarkan apa yang disiapkan pasukan AS di Pasifik Barat saat ini.
Namun, sudah jelas jika Armada Ketujuh biasanya beroperasi dnegan Jepang yaitu pasukan Pertahanan Diri Maritim, sehingga ketidakcocokan angka ini semakin meluas.
Sayangnya walaupun persekutuan terdengar mengesankan, justru yang ada adalah lebih sedikit kapal tersedia saat ini.
Beberapa kapal harus mengalami perawatan, sementara yang lainnya diistirahatkan karena sebelumnya sudah dikirim.
Aturan Angkatan Laut AS sejak Perang Dingin adalah diperlukan tiga kapal di tempat penyimpanan AS untuk menjaga satu bisa dikirim kapan saja.
Sehingga pasukan seperti Armada Ketujuh dapat mendapat lebih sedikit kapal karena sebagian besar kapal itu permanen berada di stasiun.
Rafael Peralta bergabung dengan pasukan yang ada di Yokosuka yang sudah diisi 7 kapal penghancur dan tiga kapal lain.
Sayangnya yang siap digunakan untuk bertempur hanyalah 8 kapal penyerang di permukaan, bukan 10.
Tentu saja angka itu tidak sebanding dengan angka kapal yang disiapkan oleh Angkatan Laut PLA.
Sedikitnya jumlah kapal dan pasukan sudah didengar administrasi presiden sendiri.
Sejak 2011 Obama telah laksanakan pivot untuk Asia, mengirimkan pasukan dari Atlantik ke Pasifik untuk mengurangi ketimpangan pasukan.
Sementara itu administrasi Trump juga menangani hubungan persekutuan itu dan juga menambah kapal makin banyak.
Artinya pengiriman pasukan AS ke Pasifik akan terus berjalan, dengan Biden tidak tertarik menarik mereka.
Jumlah yang lebih besar disebutkan menjadi keharusan Washington untuk melawan China, dan juga meningkatkan kepercayaan sekutu mereka.
PLA sendiri punya rencana "medan perang sistem penghancur" yang artinya pertempuran sistem berlawanan daripada pasukan bersenjata.
Penghancuran ini memang efektif, seperti halnya tokoh dalam bela diri martial Carl von Clausewitz yang menyebutkan terus-terusan mengenai penghancuran pasukan musuh, menyebutkan pembantaian pasukan musuh dan penghancuran senjata musuh.
Namun penghancuran pasukan bisa dilakukan dengan membuat kekuatan musuh menjadi tidak aktif, dan dengan demikian menghancurkannya untuk tujuan militer, tanpa kerusakan apapun.
Dengan cara itu justru angin, cuaca, atau sinyal visual saja sudah bisa digunakan, bukan metode berteknologi tinggi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini