Intisari-Online.com - China dan Rusia telah menghalangi PBB agar tidak mengutuk kudeta militer yang sedang berlangsung di Myanmar.
Dilansir dari Business Insider, Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang bertemu pada hari Selasa untuk memberikan suara pada pernyataan bersama setelah kepala militer Myanmar Min Aung Hlaing pada hari Senin menguasai negara itu.
Dia kemudian menahan ratusan anggota parlemen termasuk Presiden Win Myint dan kepala pemerintahan de facto Aung San Suu Kyi.
Kudeta tersebut terjadi setelah pemilu pada November 2020 yang diklaim militer sebagai penipuan.
Militer pun memberlakukan keadaan darurat selama setahun.
Polisi Myanmar , yang beroperasi di bawah militer, dikenakan Suu Kyi dengan pelanggaran hukum impor dan menggunakan perangkat komunikasi ilegal - walkie-talkie - Rabu, BBC melaporkan . Polisi juga mendakwa Win Myint karena melanggar aturan COVID-19, menurut BBC.
Pernyataan PBB berusaha untuk "mengutuk kudeta militer" dan menyerukan kepada militer untuk "segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah," menurut rancangan yang dilihat oleh Politico .
Namun, dewan tersebut tidak dapat mengeluarkan pernyataan itu karena duta besar PBB dari China dan Rusia mengatakan mereka akan membutuhkan restu masing-masing dari Beijing dan Moskow sebelum menyetujui, Associated Press melaporkan.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR