Intisari-online.com - Pada tanggal 1 Februari 2021, militer Myanmar melakukan kudeta dan berhasil mengambil alih negara itu.
Kemudian pada 2 Februari, Partai Koalisi Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, menyerukan pembebasan pada Presiden Win Myint, dan meminta militer untuk mengakui hasil pemilu 2020.
NLD menkritik pergejolak politik militer dan menangkap pejabat sipil terkemuka.
Menurut pernyataan di Facebook NLD mengatakan, "kami melihat insiden utama sebagai aib dalam sejarah bangsa dan militer."
NLD meminta untuk membebaskan semua tahanan secepat mungkin dan mendesak militer untuk mengakhiri semuanya.
Namun, hingga kini belum ada yang mengetahui lokasi penahanan Aung San Suu Kyi.
Ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa Aung San Suu Kyi mungkin menjalani tahanan rumah di ibu kota Naypyidaw.
CNN yang mengutip dari sumber di NLD mengatakan, "Dia baik-baik saja dan sering berjalan di dalam rumah."
Juga tidak jelas berapa banyak anggota parlemen NLD dan Myanmar yang ditahan militer.
Karena komunikasi dengan banyak anggota partai terputus.
Sumber dari NLD mengatakan 25 anggota partai yang merupakan anggota kongres ditahan di rumah.
Pada pagi hari tanggal 1 Februari, tentara Myanmar melakukan kudeta dan menahan banyak pemimpin sipil dan anggota parlemen.
Di antaranya, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Tidak lama setelah para pemimpin pemerintahan sipil ditangkap, para jenderal militer mengatakan mereka berkuasa karena kecurangan pemilu November 2020.
Dalam pemilihan tersebut, partai NLD yang dipimpin Suu Kyi memenangkan kemenangan besar dan mengambil alih kekuasaan untuk membentuk pemerintahan.
Meski masalah itu terjadi di internal negara Myanmar, ternyata ada beberapa imbas terkait hubungannya dengan beberapa negara.
Menurut Wakil Menteri Pertahanan Jepang Yasuhide Nakayama berpikir setiap langkah untuk menangguhkan program kemitraan Jepang dengan militer Myanmar.
Mengatakan kudeta itu dapat mengakibatkan China mendapatkan lebih banyak pengaruh, yang berpotensi merusak keamanan dan keamanan di daerah tersebut.
Sementara itu, menurut sumber militer China, kudeta militer Myanmar membuat Beijing canggung.
Karena inti masalahnya adalah konflik antara aliansi politik yang dipimpin oleh Suu Kyi dan kekuatan tentara Myanmar.
Departemen Pertahanan Australia sedang mempertimbangkan program pelatihan dengan tentara Myanmar.
Padahal sebelumnya Australia menghabiskan hampir 1,5 juta dollar AS untuk tentara Myanmar dalam lima tahun terakhir.
Menurut The Sydney Morning Herald, Australia membantu melatih anggota tentara Myanmar dalam bahasa Inggris.
Australia membantunya berpartisipasi dalam latihan militer multilateral Pirap Jabiru di wilayah tersebut.
Partai Buruh Australia mendesak pemerintah Perdana Menteri Scott Morrison untuk mempertimbangkan sanksi pasca-politik di Myanmar.
Apalagi sejak darurat militer terjadi di Myanmar banyak negara yang sempat menjalin hubungan dengan Myanmar memutuskan untuk berbalik arah.