Intisari-Online.com - Salah satu tujuan yang pemerintah Amerika Serikat atas dilakukannya agresi militer AS ke Irak tahun 2003 adalah untuk mengakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme.
Pada 17 Maret 2003, Presiden AS George W. Bush menyatakan diakhirinya diplomasi dan mengeluarkan ultimaum kepada Saddam, memberi presiden Irak itu waktu 48 jam untuk meninggalkan Irak.
Namun, Saddam menolak untuk meninggalkan Irak, sehingga AS dan pasukan sekutu pun melancarkan serangan pada pagi hari tanggal 20 Maret.
Serangan AS dan pasukan sekutu menghancurkan Irak, dengan ibu kotanya, Baghdad, runtuh dan dikuasai tentara AS pada 9 April.
Kemudian Tikrit, benteng utama terakhir rezim, jatuh dengan sedikit perlawanan pada tanggal 13 April.
Kelompok-kelompok loyalis rezim yang terisolasi terus bertempur pada hari- hari berikutnya, tetapi presiden AS mengumumkan diakhirinya pertempuran besar pada 1 Mei.
Para pemimpin Irak pun melarikan diri dan bersembunyi. Sementara pencarian intensif terus dilakukan oleh pasukan AS terhadap Saddam Hussein.
Delapan bulan kemudian, pada 13 Desember 2003, Saddam Hussein berhasil ditangkap.
Dia kepergok bersembunyi di sebuah ladang yang sama, tempat pelariannya tahun 1959, setelah turut ambil bagian dalam upaya pembunuhan terhadap PM Irak Abdul-Karim Qassim.
Pada Juni 2004, Saddam diadili atas berbagai kejahatannya, kemudian dihukum karena kejahatan terhadap kemanusiaan.
Melansir Kompas.com, wawancara Biro Investigasi Federal AS (FBI) berlangsung saat dia berada dalam tahanan tentara AS.
Dari sana, muncul cerita Saddam dalam pelarian, sebelum dan setelah dijungkalkan.
Dokumen itu juga mengonfirmasikan laporan sebelumnya bahwa Saddam sengaja membuat dunia percaya bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal, salah satu faktor pendorong invasi AS.
Kepemilikan senjata pemusnah massal itu sengaja dia tiupkan untuk membuat Iran yakin bahwa Irak memiliki senjata kuat.
Saat itu Irak beranggapan Iran lebih berbahaya ketimbang AS.
Dalam wawancara itu, Saddam juga mengatakan, dia tidak pernah berada di sekitar Baghdad saat bom berdentuman di Baghdad. Saat itu tentara AS yakin Saddam ada di sekitar Baghdad.
Saddam sendiri terakhir kali tampil di depan publik di Azamiyah pada 9 April, sehari sebelum patung perunggu bergambarkan dirinya dijungkalkan di pusat kota Baghdad.
Saddam mengatakan sempat kembali ke Baghdad sekitar 10 atau 11 April 2003 ketika kota itu hendak jatuh.
Saat itu dia bertemu dengan para pemimpin Irak dan mengatakan, ”Kita berjuang secara tersembunyi.” Namun, tak lama kemudian Saddam meninggalkan Baghdad.
Diungkapkan bahwa dia mengurangi tenaga pengamanan pribadi untuk mengelabui tentara AS yang memburunya.
Kepada penjaganya, dia mengatakan, mereka telah menunaikan tugas dengan bagus. Ini semua terungkap dalam dokumen lebih dari 100 halaman ditulis George Piro, seorang agen FBI.
Piro mewawancarai Saddam setelah Saddam ditemukan dalam sebuah lubang di sebuah lahan pertanian di Tikrit, kota asalnya, yang berjarak sekitar 80 km di utara Baghdad.
Wawancara tersebut tersedia untuk publik pada 1 Juli 2009 oleh National Security Archive.
Saddam membantah kepercayaan luas bahwa dia menggunakan orang yang mirip dengannya untuk menghindari penyergapan. ”Ini tipuan film, bukan kisah nyata,” kata Saddam.
Saddam mengatakan, dia menghindari musuh dengan menggunakan telepon hanya dua kali dalam satu dekade.
Saddam terus berpindah-pindah tempat. Dia berkomunikasi dengan kerabat melalui kurir atau bertemu secara pribadi.
”Dia sangat sadar kecanggihan teknologi AS,” demikian salah satu kutipan tulisan Piro.
Dalam rangkaian wawancara antara Februari dan Juni 2004, Saddam membantah bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal. Ia mengatakan, hal ini sengaja ditiupkan sebelumnya untuk membuat Iran ketakutan.
”Demi Tuhan, jika saya punya senjata itu, saya sudah pasti menggunakannya untuk melawan AS,” kata Saddam kepada Piro.
Kepada Piro, Saddam mengatakan, dia salah perhitungan dengan Bush, yang dia kira tak akan menginvasi Irak, dan paling-paling hanya melakukan serangan terbatas.
”Saddam mengatakan, seharusnya Irak bisa bertahan dalam serangan AS kedua dengan anggapan serangan AS tidak segencar yang diduga,” kata Piro.
Saddam mengira, Iran-lah yang lebih berbahaya ketimbang AS, berdasarkan wawancara pada 11 Juni 2004.
Sementara, soal keterlibatannya dengan pemimpin kelompok Al-Qaeda, Osama Bin Laden, Saddam mengatakan sama sekali tak pernah bertemu dengannya secara pribadi.
Saddam juga mengatakan, Irak sama sekali tak pernah bekerja sama dengan kelompok teroris mana pun untuk melawan AS.
Selain itu, Saddam bertutur soal keadaan menjelang invasi AS tahun 1991, yang didorong oleh invasi Irak ke Kuwait, negara sahabat AS. Hal ini membuat AS kukuh untuk menginvasi Irak.
Itulah cerita yang diungkapkan Presiden Irak, Saddam Huseein, sebelum hidupnya berakhir di tiang gantung. Dia dieksekusi pada tanggal 30 Desember 2006.
(*)